Replace November 2013

Friday, November 29, 2013

I'm Gonna Make Him An Offer He Can't Refuse




Ngomongin soal mafia emang seru banget. Saya dibesarkan di sebuah keluarga mafia freak, atau keluarga yang tergila-gila dengan hal-hal yang berkaitan dengan mafia, terutama Ayah saya. Beliau memiliki bertumpuk-tumpuk film mafia, dari mulai The Godfather, Goodfellas, Scarface, Casino, The Untouchables, sampe Mafia Pelangi. Oke kalo yang terakhir itu saya bercanda. Tapi bisakah Anda bayangkan ada sebuah film berjudul Mafia Pelangi? Jadi ceritanya ada segerombol mafia asal Belitong yang memiliki sebuah markas yang tak layak. Atapnya jebol, lantainya gak pake keramik, meja dan kursinya reot, pokoknya persis kandang kambinglah. Dan anggota mereka salah satunya ada yang kalo mau berangkat meeting ke markas harus lewatin buaya darat dulu, ada yang pake sepatu cewek, dan ada juga yang meeting nyékér. Menyedihkan ya?

Mafia selalu identik dengan film The Godfather, sebuah film yang dirilis tahun 1972 dan merupakan sebuah film tersukses sepanjang masa. Film The Godfather ini emang bagus banget. Kalo disuruh sebutin satu judul film yang paling saya suka, ya saya pasti akan sebut The Godfather. Soalnya hampir dari semua segi, film ini emang perfect. Dari segi pemeran, film ini dibintangi oleh 3 aktor canggih, yaitu Al Pacino (yang mirip saya itu), Marlon Brando (saking terkenalnya, nama doi dimasukin ke penggalan lirik lagunya Slipknot yang judulnya Eyeless), dan Robert Duvall. Dari segi tema, waktu itu emang lagi booming-boomingnya film tentang mafia dan The Godfather lah yang waktu itu jadi nomer 1. Dari segi musik juga perfect, soundtrack film ini terkenal banget sampe-sampe kalo di berita-berita yang lagi ngebahas soal mafia hukum, pasti musik latarnya soundtracknya The Godfather. Dan dari segi-segi lainnya, film ini perfect.

Mau The Godfather atau apa pun itu, selama film tersebut masih menceritakan tentang mafia, pasti identik dengan kekerasan. Dari mulai kekerasan fisik (contohnya di The Godfather ada adegan si Lucabrasi tangannya ditusuk piso dapur dan lehernya dicekik pake sejenis tali rapia sampe si Lucabrasi melet-melet sambil merem-melek gitu), sampe kekerasan verbal. Di film The Godfather itu ada semacam quote yang terkenal banget, yaitu : “I’m gonna make him an offer he can’t refuse.”

Quote itu muncul ketika si Michael Corleone yang notabene anak dari seorang kepala mafia, cerita ke ceweknya tentang betapa kejamnya keluarganya ketika berurusan dengan orang. Si Michael cerita bahwa bokapnya itu punya seorang anak angkat yang namanya Johnny Fontane yang merupakan seorang vokalis dari sebuah big band. Pada suatu saat, si Johnny resign dari big band tersebut karena dia ingin solo karir, tapi ditahan sama ketua big band tersebut. Pokoknya si ketua big band ini keukeuh kalo si Johnny harus tetap menjadi vokalis big bandnya dia untuk selama-lamanya. Mungkin karena si Johnny kesel, ngadu-lah dia ke bokap angkatnya yang merupakan seorang kepala mafia yang sangat disegani di kota New York. Akhirnya si kepala mafia yang bernama Vito Corleone itu mengutus beberapa orang anak buahnya untuk beresin kasus anak angkatnya. Dan si Vito ini ngomong “I’m gonna make him an offer he can’t refuse.” atau bahasa gaulnya “Gua akan ngasih doi sebuah tawaran yang gak bisa doi tolak.” Tawaran tersebut adalah si ketua big band suruh milih. Jadi si Vito cs ini bawa surat pengunduran dirinya si Johnny, si ketua big band disuruh milih : mau tanda tangannya yang ada di atas surat tersebut, atau otaknya. Dan Vito cs ngomong gitu ke si ketua big band sambil nodongin beceng yang terkokang rapih dan siap jedor kapan pun ke kepala si ketua big band. Akhirnya si ketua big band memilih untuk menandatangani surat tersebut sebagai pernyataan bahwa dia mengizinkan si Johnny untuk resign dari big band tersebut.

Di The Godfather, itu emang cuma diceritain aja, dan gak dikasih liat adegan tawar-menawar tersebut. Tapi yang kayak gini kalo ditonton sama anak dibawah umur bisa merusak anak tersebut secara psikologis. Nah pada suatu Minggu pagi yang cerah, di sebuah perjalanan menuju Metropolitan Mall Bekasi, saya seangkot sama sebiji om-om dan 2 ekor anak kembarnya. Dua sejoli tersebut lagi berebutan mainan.

“Ah kamu! Ini kan mainanku!”
“Bukan! Ini mainanku!”
“Denger ya, ini ada surat hak milik atas mainan kera ingusan ini yang menyatakan bahwa mainan ini sepenuhnya milikku. Dan kamu harus menandatangani surat ini sebagai persetujuan.”
“Iyuh! Ogah! Aku gak mau!”
“Kamu tinggal pilih. Mau tanda tangan kamu yang ada di atas surat ini, atau otakmu?!”

Mendengar kalimat maut tersebut, saya seketika melotot sambil geleng-geleng kepala dan istighfar. Saya pun bertanya kepada si om-om yang merupakan Ayah dari 2 mafia cilik berwajah identik tersebut.

“Om, ini kok anaknya ngomongnya gitu ya? Sering dikasih tonton The Godfather ya?”
“Iya. Kenapa kamu? Gak suka?!”
“Bukannya gitu, om. Itu gak baik buat anak om sendiri. Ini bisa-bisa kebawa sampe gede loh. Coba om bayangin ketika dia udah gede, dia nembak cewek :

“Kamu mau gak jadi pacar aku?”
“Hmm.. maaf ya aku lagi nunggu seseorang.”
“Denger ya, aku punya surat pengakuan bahwa mulai hari ini kamu jadi pacar aku, dan sebagai persetujuan, kamu harus menandatangani ini.”
“Gak mao!”
“Kamu tinggal pilih. Mau tanda tangan kamu yang ada di atas surat ini, atau otakmu?!”

Dan dia ngomong gitu ke cewek tersebut sambil ngasah piso dapur. Amit-amit kan om? Apalagi kalo misalnya dia suatu hari dipecat sama bosnya.

“KAMU SAYA PECAT!!!”
“Denger ya, Nyet! Disini gua punya surat pernyataan bahwa gua bisa kerja di perusahaan lo sampe gua bosen! Dan sebagai persetujuan, lo harus menandatangani surat ini, monkey!!!”
“NO FUCKING WAY!!!”
“Lo tinggal pilih. Mau tanda tangan lo yang ada di atas surat ini, atau otak lo?!”

Dan dia ngomong gitu sambil nodongin AK47 ke kepala bosnya. Amit-amit kan om? Makanya jangan sembarangan ngizinin anak nonton film The Godfather.”

“Denger ya dek, saya barusan bikin surat pernyataan bahwa kamu harus segera turun dari angkot ini sekarang juga. Dan sebagai persetujuan, kamu harus menandatangani  surat ini.”
 “Hah? Maksudnya?”
 “Kamu tinggal pilih. Mau tanda tangan kamu yang ada di atas surat ini, atau BIJI KAMU?!” Kata si om-om berwajah Kapten Haddock tersebut sambil ngasah celurit.
 “BANG, KIRI BANG!!!”

He really made me an offer I couldn’t refuse.

Tuesday, November 26, 2013

#DoaAnakTeladan dan #PrayForNuris

Hari ini saya tidak masuk sekolah dikarenakan hujan deras yang tak kunjung reda, dan kebetulan saya merupakan orang yang oportunis. Saya selalu memanfaatkan kesempatan dan kondisi yang ada, contohnya ya bolos sekolah dengan alasan hujan deras. Alasan yang masuk akal bukan? Guru pun pasti akan memaklumi jika memang hujan deras tersebut benar-benar tak kunjung reda. Saya merasa gelisah disaat hujan mulai reda, namun saya berdoa dengan khusyuk kepada Tuhan agar hujan tersebut diawetkan. Sambil menikmati hujan, saya sempat membuat tweet-tweet dengan hashtag #DoaAnakTeladan dan #PrayForNuris yang cukup kontroversial. Cekidot!



#AnakTeladan :')

5 MENIT KEMUDIAN


Ya kurang lebih begitulah tweet-tweet kontroversial yang saya buat tapi sayangnya harus berakhir dengan #BoolPanas. Jika kalian menyimak gambar-gambar screenshot di atas, terdapat SDN 02, 04, dan 05 Nagrak. Mungkin sebagian dari kalian ada yang belum tau bahwa itu adalah SD-SD malang yang ditumpangi oleh para siswa/i SMAN 2 Gunung Putri yang notabene kriminal tulen. Ya. SMAN 2 Gunung Putri belum mempunyai gedung dan masih menumpang di 3 SD yang berbeda. Kelas 10 di SDN 02 Nagrak, Kelas 11 di SDN 02 Nagrak, dan Kelas 12 di SDN 05 Nagrak. Kata "menumpang" memang sangat identik dengan sekolah kami. Dulu, disaat saya masih kelas 10, SMAN 2 Gunung Putri menumpang di SMPN 3 Gunung Putri yang merupakan sebuah SMP yang memiliki tanah dan bangunan yang cukup luas sehingga dapat menampung semua murid SMAN 2 Gunung  Putri, atau yang lebih dikenal dengan Smapang (SMA Numpang). Namun kami para murid rupanya tidak bersyukur bahwa walaupun numpang, kami numpang di sebuah sekolah yang layak ditumpangi. Hingga 1,5 tahun kemudian, seluruh murid dan guru SMAN 2 Gunung Putri dideportase oleh SMPN 3 Gunung Putri dengan alasan kami para murid tidak dapat merawat fasilitas yang disewakan oleh mereka. Lalu kami angkatan II ditumpangkan di SDN 04 Nagrak yang terletak di dalam hutan belantara, yang jauh dari pemukiman warga, serta persis dengan setting di film-film perang vietnam. Ya. Saya juga seketika ingat dengan film Laskar Pelangi. Untuk mencapai SDN 04 Nagrak pun benar-benar tidak mudah. Saya pejalan kaki dan para teman-teman yang mengendarai motor pun harus melewati rintangan-rintangan berupa jalanan tanah merah lengkap dengan lubang-lubang maut dan akan berubah menjadi empang ketika hujan turun. Kami menumpang di SD Laskar Pelangi tersebut selama 6 bulan. (Ralat : 6 bulan penuh penderitaan).

Syukurnya, pada tahun ajaran baru 2012/2014, angkatan II ditumpangkan di SDN 05 Nagrak yang lebih layak untuk ditumpangi dan aksesnya pun sangat mudah karena terletak di pinggir jalan raya. Tidak seperti SDN 04 yang terletak di tengah semak belukar tempat jin buang anak. Namun yang kini harus menderita adalah angkatan IV yang harus menumpang di SDN 04 Nagrak. Namun itu pun masih banyak keluhan-keluhan yang muncul dari pihak SD karena sifat apatis kami dalam merawat fasilitas SD. Banyak dari kami yang ngeles dengan alasan bahwa kerusakan-kerusakan, kelas yang kotor, serta properti-properti yang hilang merupakan ulah murid SD sendiri. Pada awalnya para guru percaya, namun semuanya berubah ketika banyaknya pembalut wanita yang ditemukan mengambang di WC. Ulah murid SD kah? Hmm..