Replace April 2014

Tuesday, April 22, 2014

Pengangguran Pasca UN (Part 2)

Dalam cerita 'pengangguran' kali ino saya akan bercerita tentang..

1. Tes di Univ. Moestopo
Pada hari Jumat, 19 April lalu saya nginep di rumah nenek saya karena besoknya harus sampai di Univ. Moestopo pada pukul 9 pagi. Di perjalanan menuju rumah nenek saya, ketika sedang ingin menunggu bus APTB, saya bertemu dengan dua orang wota. Ya. Dua orang wota radikal bernama Andre dan Anwar. Mereka ingin 'beribadah' (baca : teateran) di kuil bernama fx itu. Setelah capek ngebacotin mereka untuk tobat selama di bus, saya pun sampai di rumah nenek tercinta pada pukul 3 sore.

Keesokan paginya, saya berangkat menuju Univ. Moestopo dengan bekal mental dan perut kembung karena mabok aqua. Karena selain tes tertulis, ada pula tes kesehatan dan tes urin. Denger-denger kalo mau tes urin itu harus mabok air mineral dulu. Seharusnya jam 8.30 saya sudah bisa duduk manis di ruang tes. Namun, karena iseng nyoba motong jalan lewat belakang parkiran Ratu Plaza, maka saya pun nyasar. Maksud hati ingin nembus ke STC, malah nembus ke Plaza Senayan. Maka saya pun nyampe Univ. Moestopo pada pukul 08.56 dengan kondisi mandi keringet. Untungnya, di ruang tes isinya AC semua. Jadi, dalam hitungan detik, keringet saya mengering seketika.

"Yak silahkan mengerjakan soal tes tertulis yang ada di meja kalian. Jangan lupa isi nama lengkap dan nomor peserta." Kata om-om yang ngawas ujian.

"Siap om." Jawab saya dalam hati.

Tes tertulis 1 : Bahasa Inggris (30 Soal)
PIECE A CAKE..

Tes tertulis 2 : Bahasa Indonesia (30 Soal)
PIECE A CAKE..

Tes tertulis 3 : Pengetahuan Umum (40 Soal)
10 soal pertama : PIECE A CAKE..
10 soal kedua : PIECE A CAKE..
10 soal ketiga : PIECE A CAKE..
10 soal terakhir : PIECE A SHIT..

Ya. Ada beberapa soal pengetahuan umum yang bikin saya merem-melek. Seperti "Hari Koperasi diperingatkan setiap tanggal.." Atau "Idul Fitri 17982 H jatuh pada tanggal.."

Kelar tes tertulis, setiap calon mahasiswa dikasih sekotak berlogo "Holland Bakery" berisi 2 buah roti dan dipersilahkan turun untuk melakukan tes kesehatan.

"Muhammad Nur Islam Rosyad Sungkar" Panggil seorang om-om. Saya berdiri dan masuk ke dalam lab. Pertama, cek tekanan darah. Kedua, cek detak jantung. Ketiga, saa dikasih seekor gelas tabung kecil. "Kencing sana." Kata suster. Saya pun berjalan mengikuti calon mahasiswa perempuan yang juga disuruh kencing.

"Eits, kalo laki-laki kencingnya di atas." Kata suster.
"Yaudah temenin." Pinta saya.
"PLOK!" Saya digampar suster.

Setelah digampar, saya pun naik ke toilet di lantai 2 untuk pipis. Di depan pintu toilet ada seorang om-om yang ngejagain.

"Pak, mau tes urin." Kata saya.
"Oh iya silahkan." Jawab si om-om.
"Oke." Kata saya.

Saat mau mengunci pintu toilet, si om-om berbisik "Gak usah ditutup, buka aja pintunya."

JENG-JENG!!!

Mendadak saya merinding disko sambil teringat kasus pencabulan di JIS.

"Loh.. Emang ke-kenapa pak?"
"Nggak. Untuk menghindari kecurangan aja."
"Oalah.. Saya kira saya mau disodomi."
"APA?!"
"Soto mie. Saya abis dari sini mau makan soto mie."

Setelah urin saya tertampung di dalam gelas tabung tersebut, saya turun ke bawah. Kata salah satu panitia, saya disuruh kembali kesana pada hari Kamis untuk mengambil hasil tes. Maka dengan perasaan plong tiada tara karena gak jadi disodomi, saya pun meninggalkan Univ. Moestopo dan sebelum pulang mampir ke benhil dulu untuk mencabuli sepiring mie ayam yang super wuenak itu.

2. Being A Vegan
Terhitung sejak Selasa, 22 April 2014, saya resmi nyoba jadi vegetarian walaupun saya sudah memprediksikan bahwa akan gagal dalam waktu kurang dari 24 jam. Doakan saja supaya lancar. Aamiin.


Friday, April 18, 2014

Pengangguran Pasca UN

Kemarin, H+1 UN 2014, merupakan hari perdana saya menjadi pengangguran setelah 'berdarah' menghadapi UN pada 14-16 April lalu. Dan pada pagi itu saya dibangunkan oleh suara Ayah saya yang sedang menelepon.

"Halo. Selamat pagi. Dengan Universitas Moestopo? Saya mau mendaftarkan anak saya ke FIKOM."

Kira-kira seperti itu lah Ayah saya berbicara di telepon. "Universitas Prof. Dr. Moestopo? Gak salah tuh?" Pikir saya. Lalu setelah Ayah saya menutup telepon, saya menanyakan hal tersebut ke beliau.

"Abah mau daftarin uis ke Moestopo?"
"Iya. Nanti lo ke sana ya beli formulir. Hari Minggu tes."
"Loh? Universitas Bung Karno gimana nasibnya?"
"Lupakan Universitas Bung Karno. Gua ragu soal kualitasnya."

Mendengar perkataan Ayah saya itu, saya langsung berpikir perjuangan saya ke Universitas Bung Karno untuk membeli formulir di siang bolong minggu lalu itu ternyata sia-sia. Tapi gak papa. Setelah saya browsing memang Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) kualitasnya tak perlu diragukan lagi. Bahkan salah satu jurnalis idola saya Wendi Putranto merupakan alumni universitas tersebut. Dari segi harga juga cukup jauh dibandingkan dengan Universitas Bung Karno yang uang masuknya hanya sekitar Rp. 2,5 juta dan SPP perbulan Rp. 350 ribu. Di Universitas Moestopo uang masuknya hampir menyentuh angka Rp. 16 juta dan Rp. 4 jutaan per semester. Harga tersebut memang cukup terasa berat bagi keluarga saya. Namun, Alhamdulillah Ayah saya ngomong "Gua akan fight demi masa depan lo." Makasih bah :')

Tepat pukul 11.00, saya berangkat menuju Universitas Moestopo yang terletak di kawasan Senayan. Setelah hampir 2 jam di perjalanan, saya sampai di sana dan langsung masuk ke ruang administrasi PMB Universitas Moestopo. Proses pengisian formulir hanya memakan waktu sekitar 5 menit dan setelah menyerahkan uang sebesar Rp. 300 ribu untuk formulir, saya bisa langsung pulang membawa kartu tes yang harus saya bawa kembali pada saat tes hari Minggu.


Karena baru nyampe udah disuruh pulang lagi, saya memutuskan untuk mampir ke rumah nenek saya di Tanah Abang sekalian mampir makan siang di Pasar Benhil. Saya juga sekalian menanyakan soal nasib KTP saya. Katanya sih udah jadi, tapi Pak RT-nya lagi ke Bogor. Yo wes lah kapan-kapan aja..

Pukul 15.30, saya pamit pulang kepada nenek dan tante saya. Saya naik mikrolet ke Karet untuk naik TransJakarta. Di halte TransJakarta Karet itu lah saya benar-benar baru pertama kali merasakan kekacauan kota Jakarta di jam pulang kantor. Jalan Jendral Sudirman macet parah di kedua arah! TransJakarta yang lewat selalu penuh! Sementara orang yang mengantri di halte sudah membludak! Benar-benar chaotic! Setelah sejam lebih saya berdiri, akhirnya ada satu bus TransJakarta yang cukup lega. Namun pada saat masuk, puluhan orang yang mengantri di belakang saya juga ikut masuk dan saya pun berdiri sambil desak-desakan di dalam bus. Pada saat di dalam bus, sejauh mata memandang hanyalah orang-orang berkemeja kantoran yang jumlahnya buanyak banget. Kekacauan kedua terjadi kembali di Semanggi. Ya. Macet! Perjalanan Semanggi - Cawang yang biasanya hanya memakan waktu 10-15 menit, sore itu memakan waktu hingga 1,5 jam! Dan saya berdiri! Pada saat masuk tol saya kira penderitaan saya akan segera berakhir, namun kenyataannya tidak. Di tol juga macet. Setelah berdiri selama sejam selama macet di tol, bus tersebut keluar tol Cibubur. Saya kembali berpikir bahwa penderitaan saya akan segera berakhir. Namun, Tuhan berkehendak lain. Dari pintu tol Cibubur menuju Nagrak pun macet parah! Dan pada akhirnya saya menginjakkan kaki di rumah pada pukul 20.15 malam! Hampir 5 JAM PERJALANAN BERDIRI DI DALAM BUS! BAYANGKAN! Saya langsung buru-buru menjatuhkan diri ke kasur dan pada saat ngulet, terdengar suara "Kretek-kretek-kretek." Dan disusul suara "Brot!"

Wednesday, April 16, 2014

UN 2014 : Day 3

Kalo hari ini saya julukin "The Last Day of Misery" atau bahasa gaulnya "Hari Terakhir Penderitaan". Jadi hari ini segala hal-hal yang membuat saya merana seperti bangun jam 4 pagi dan belajar sampe sakit kepala, semuanya akan berakhir! Dan pada hari ini saya bangun dengan semangat ekstra dibandingkan dengan 2 hari sebelumnya. Kalo 2 hari sebelumnya biasanya kalo saya dibangunin alarm jam 4 pagi, kayaknya rasanya sediiiiih banget. Jam segitu kan lagi enak-enaknya berpetualang di alam bawah sadar. Tapi pagi ini, saya bangun langsung nyengir, 2 detik kemudian galau lagi karena inget hari ini UN Ekonomi, eh nyengir lagi pas keinget selain Ekonomi, ada Bahasa Inggris juga.

Dan sekali lagi, hari ini saya kembali menjadi manusia pertama yang menginjakkan kaki di SDN 02 Nagrak. Tapi kali ini saya bareng Bagus karena semalem dia nginep di rumah saya. Bukannya belajar, eh malah ngomongin JKT48. Dasar wota! Yaudah saya tinggal tidur aja. Oke, back to the topic. Seperti biasanya, bel berbunyi tepat pukul 7 dan kami kembali memasuki penjara guantanamo ruangan. Pelajaran pertama adalah Bahasa Inggris. Dari hari senin, hampir semua penghuni ruangan saya pada ngomong, "Eh ris Bahasa Inggris listening-nya kasih tau yak." Ada juga yang ngomong, "Plis ris, Bahasa Inggris ya. Jangan sampe enggak." Sampe yang lebay, "Ris, nasib masa depan gua ada di lo." Dan saya hanya menjawab "Iye." Jujur, kadang saya merasa kesal dengan sikap teman-teman saya yang selalu menggantungkan nasibnya kepada saya ketika pelajaran Bahasa Inggris. Nama "Nuris" selalu menjadi trending topic ketika kelas Bahasa Inggris, maupun ulangan. Dan ketika pelajaran/ulangan Matematika dimulai, saya membusuk. Tidak ada satu pun dari mereka yang boro-boro memikirkan nasib saya, menyadari keberadaan saya pun mungkin tidak. Mereka semua sibuk dengan coret-coretannya masing-masing, asyik menyelesaikan soal-soal Matematika yang tidak mampu saya kerjakan itu. Namun ketika Bahasa Inggris, saya baru mau fokus membaca soal aja mereka udah nyolek-nyolek, nepuk-nepuk, manggil-manggil, pokoknya pengen banget diwaro deh sama saya. Tapi karena saya bukan orang yang egois, maka saya ikhlas dengan sepenuh hati untuk membantu mereka. Sedangkan mereka? Egois? Oportunis? Hmm..

15 soal pertama untuk UN Bahasa Inggris adalah listening section. Dan saya bersyukur speakers untuk listening section hari ini aksen pengucapannya sangat jelas. Walaupun terdengar seperti aksen Irish (Irlandia), namun terdengar sangat jelas. Tidak seperti speakers untuk try out beberapa bulan lalu yang aksennya terdengar seperti gabungan antara Britisih, Sundanese, dan Alienese. Setelah leher saya bengkok karena kebanyakan nengok ketika dipanggil-panggil oleh teman-teman, saya langsung ngerjain soal nomor 16 sampai 50 dengan cukup mudah dan lancar, Alhamdulillah. Kali ini sistem 20 paket benar-benar menguntungkan saya karena saya bisa fokus 100% ketika mengerjakan soal Bahasa Inggris tanpa harus mempedulikan teman-teman karena paketnya beda semua. Pada pukul 09.30, kami keluar ruangan untuk beristirahat.

Seperti 2 hari sebelumnya, topik pembicaraan ketika istirahat masih seputar kunci jawaban. Menurut mereka, kunci jawaban Bahasa Inggris tidak ngaco seperti kunci jawaban Matematika. Saya sudah muak melihat wajah-wajah mereka yang selalu geleng-geleng kepala ketika saya tanya apakah mereka punya kunci jawaban atau tidak, dan ketika istirahat mereka pada gembar-gembor tentang kunci jawaban terlaknat itu. Jujur aja lah kalo punya kunci jawaban, toh saya gak bakal minta kok (kecuali Matematika ya, itu pun gak ada yang mau ngasih saya) apalagi ngaduin ke guru, gak bakal lah. Paling cuma saya sindir lewat sini aja.

Sejam kemudian, kami kembali bertempur melawan Ekonomi yang merupakan pelajaran terakhir yang diujikan di UN! Namun sayangnya, saya juga tidak begitu menguasai pelajaran tersebut sehingga ada sekitar 10-15 soal yang saya kerjakan dengan metode mengarang indah. Ketika detik-detik terakhir sebelum bel berbunyi, entah mengapa saya deg-degan. Dan ketika bel berbunyi, saya langsung lega tiada tara. Saya benar-benar 'plong' secara lahir batin. Ibaratnya tuh kayak orang yang nahan berak selama berjam-jam dan ketika jongkok di kamar mandi "Brobot!" kayaknya legaaaaa banget. Nah kurang lebih seperti itu lah perasaan saya ketika bel berbunyi yang menandakan bahwa UN 2014 telah selesai!

Ketika meninggalkan ruangan, kami tidak boleh langsung pulang karena ada pengumuman dari Bunda Nina, sang kepala sekolah. Pengumumannya adalah bahwa hasil kelulusan akan dikirimkan ke rumah masing-masing melalui Pos Indonesia pada tanggal 20 Mei. Selain itu Bunda Nina juga menyuruh kami masuk sekolah pada hari senin untuk membawa amplop berisi alamat lengkap dan uang sebesar 7 ribu rupiah untuk dibelikan materai. Dan pesan terakhir Bunda Nina adalah.. "Jangan pilok-pilokan dulu ya."

Saya gak peduli mau pilok-pilokan atau tidak, yang penting hal yang tidak bisa hilang dari pikiran saya selama setahun terakhir ini, telah usai! Dan sekarang tinggal menjadi pengangguran sambil gelisah menunggu pengumuman kelususan. Kesimpulannya, UN tahun ini walaupun dengan sistem barcode dan 20 paket, masih terdapat kecurangan-kecurangan. Seperti yang dikatakan oleh teman saya yang merupakan siswa SMA "tetangga" : "Gua di kasih kunci jawaban sama pihak sekolah, gratis. Pengawasnya juga dibayar. Jadi kalo kita ketauan lagi ngeliat kunci jawaban, pengawasnya cuma bilang "Main yang cantik ya."" Sekolah saya sendiri, walau pun pihak sekolah sama sekali tidak memberikan kesempatan apa pun untuk melakukan kecurangan, namun tetap saja masih ada oknum-oknum liar yang mencoba untuk melakukannya. Dan yang menjengkelkan saya adalah ketidakadilan yang benar-benar saya rasakan. Saya dan teman-teman lain yang mengerjakan soal UN dengan jujur harus 'mengarang indah' ketika mengerjakan soal-soal tertentu, walau pun kami belajar keras sebelumnya. Namun mereka para pemegang kunci jawaban yang boro-boro belajar, inget UN aja nggak, dengan seenak jidat mengerjakan soal-soal UN dengan bantuan kunci jawaban dan ironisnya ketika ditanya cuma geleng-geleng kepala. Saya sama sekali gak iri pengen punya kunci jawaban, tapi saya kesel udah belajar keras eh ujung-ujungnya mengarang indah. Sedangkan mereka yang tidak belajar.. Tapi gak papa lah.. Saya pede kok dengan hasil murni nilai UN saya nanti. Karena saya BELAJAR!!! walaupun dengan Sistem Kebut Seharian. Dan tak lupa saya berdoa semoga SMA Negeri 2 Gunung Putri LULUS UN 100% DENGAN NILAI YANG SEBAIK-BAIKNYA! AAMIIN!



Tuesday, April 15, 2014

UN 2014 : Day 2

Jadi ceritanya hari ini saya bangun pagi dengan mata melotot. Bukan. Bukan karena ngompol, tapi karena hari ini UN Matematika. Sebagaimana yang kita ketahui, untuk urusan Matematika, kecerdasan saya tak perlu diragukan lagi. Saking cerdasnya, sampai-sampai saya diberi gelar "Siswa Ter-Tolol Untuk Pelajaran Matematika" dan Alhamdulillah gelar tersebut masih saya pertahankan hingga sekarang.

Karena kemarin saya datang ke sekolah terlalu pagi, maka hari ini saya sengaja berangkat ke sekolah pukul 05.30. Dan ternyata saya kembali menjadi manusia pertama yang menginjakkan kaki di SDN 02 Nagrak. Waktu menunjukkan pukul 06.10 dan saya masih planga-plongo seorang diri di depan kelas, hingga 10 menit kemudian, teman-teman saya datang satu per satu. Topik obrolan pagi itu masih seputar kunci jawaban. Salah seorang teman yang kemarin berjanji untuk memberikan kunci jawaban kepada saya, tak kunjung datang hingga bel berbunyi. Akhirnya dengan kepasrahan maksimal, saya masuk kedalam kelas, berdoa, dan mulai mengerjakan soal Matematika. MATEMATIKA, SODARA-SODARA!

Ketika melihat soal pertama, dalam hitungan detik saya bisa merasakan adanya kontraksi di dalam perut saya. Ya.. Saya mules ketika baru melihat soal nomor 1. Setelah melihat keseluruhan soal, saya pun mengeluarkan busa dari anus. Saya cuma bisa mengerjakan 7 dari 40 soal. Itu pun belum tentu benar. Saya melihat keadaan sekitar dan seketika terlihat kesuraman yang teramat sangat. Teman-teman saya terlihat seperti anak-anak kekurangan gizi yang baru saja menelan pil koplo. Mereka planga-plongo dengan soal Matematika dihadapannya. Melihat tidak adanya kemungkinan untuk mendapat mukjizat, maka saya memutuskan untuk mengerjakan 33 soal yang tersisa dengan metode mengarang indah. Kertas coret-coretan saya pun random tiada tara. Saya pasrahkan semuanya kepada ALLAH SWT :')


Pukul 09.30, saya bersama teman-teman kurang gizi saya, keluar meninggalkan ruangan untuk beristirahat selama 1 jam. Wajah-wajah para pemegang kunci jawaban pun ternyata 11-12 dengan wajah-wajah kurang gizi. Ternyata kunci jawaban yang mereka agung-agungkan itu.. NGACO!!! Saya menunjukkan ekpresi berduka yang sangat dalam, dan bersyukur karena saya tidak ikutan beli kunci jawaban yang harganya setara dengan 5 kardus Indomie tersebut. Sejam kemudian, kami kembali masuk ruangan untuk mengerjakan Sosiologi.

Hanya ada satu kata yang bisa mendeskripsikan proses saya dalam mengerjakan Sosiologi : MERDEKA!!! Ya! Merdeka, sodara-sodara! Berkat doa dan 'darah' yang saya kuras dalam Sistem Kebut Seharian, Alhamdulillah saya dapat mengerjakan soal Sosiologi dengan mudah dan lancar.

Sesampai saya di rumah, saya kembali melaksanakan Sistem Kebut Seharian untuk pelajaran Bahasa Inggris dan Ekonomi. Saya tidak bisa fokus belajar karena kepikiran bagaimana nasib nilai Matematika saya nanti. Tapi di waktu yang bersamaan, saya juga bahagia karena besok adalah hari terakhir UN dan setelah itu saya bisa jingkrak-jingkrakan sepuasnya! Woohoo!

UN 2014 : Day 1


Pada Minggu, 13 April lalu, saya cukup 'berdarah' karena memaksa diri untuk bersenang-senang dengan latihan soal Bahasa Indonesia dan Geografi. Pada Minggu kelam itu, saya belajar mulai pukul 9 pagi, hingga pukul 7 malam dan hanya berhenti untuk solat, makan, dan Twitter-an. Karena saya memasang alarm pukul 4 pagi, maka pada pukul 8 malam, saya langsung otw alam bawah sadar. Alhamdulillah saya gak susah tidur. Tapi karena sebelum tidur masih kepikiran UN esok hari, jadinya saya mimpi UN -___-

"Titit.. Titit.. Titit.." Kurang lebih seperti itu alarm membangunkan saya pada pukul 4 pagi. Dan sekali lagi kata yang pertama kali muncul di pikiran adalah "UN". Setelah mandi dan solat subuh, saya berangkat menuju SDN 02 Nagrak (Ya.. Numpang) tepat pukul 5 pagi. Alhasil, saya menjadi manusia pertama yang menginjakkan kaki di SDN 02 Nagrak karena saya sampai sana pukul 05.40, sama seperti saya ketika sampai di Studio RCTI tiga minggu lalu (Ah sudahlah..)

Selang 30 menit saya menyendiri di balik tembok ratapan SDN 02 Nagrak, satu per satu teman-teman saya mulai berdatangan. Ekpresi mereka macem-macem : ada yang tegang banget, ada yang woles banget (baca : cengar-cengir). Salah satu teman dekat saya yang membeli kunci jawaban, menawarkan saya kunci jawaban tersebut secara cuma-cuma. Namun karena tempat duduk saya yang terletak tepat di depan pengawas, dengan berat hati saya menolak barang ilegal tersebut. 10 menit menjelang masuk, mendadak murid-murid pada berjejal di kamar mandi untuk saling berbagi kunci jawaban. Sangat disayangkan.. Posisi tempat duduk saya..


Tepat pukul 7, bel berbunyi. Para murid bergegas menuju ruangan masing-masing dengan ekpresi tegang tiada tara : keringat dingin, pucat, dan gelisah. Di dalam ruangan sudah terdapat 2 guru pengawas wanita dan kami cium tangan kepada mereka terlebih dahulu sebelum duduk. Setelah berdoa dan memberi salam, pengawas membaca tata tertib UN dan membagikan soal yang sudah menyatu dengan lembar jawabannya. Ya. Soal 20 paket dan lembar jawaban ber-barcode. Saya mulai mengisi identitas di lembar jawaban dengan sangat hati-hati dan setelah pengawas memisahkan soal dengan lembar jawaban dengan cara digunting, saya mulai mengerjakan soal pelajaran pertama, Bahasa Indonesia. Alhamdulillah soalnya lebih mudah dibandingkan soal-soal try out. Jadi, saya dapat menyelesaikannya dalam waktu kurang lebih 1 jam. Bel istirahat berbunyi dan kami dipersilahkan untuk beristirahat selama 1 jam. Memang terdengar cukup lama, tapi pada kenyataannya waktu 1 jam tersebut terasa sangat cepat karena kami habiskan dengan mengobrol dan bertanya-tanya kepada mereka yang memegang kunci jawaban. Ternyata kunci jawaban tersebut valid dan sesuai dengan paket. Namun menurut mereka kunci jawaban tersebut memakan waktu yang cukup banyak karena harus menyesuaikan jawaban dengan paket. Sampai saat ini saya masih bertanya-tanya mengenai dari mana asal kunci jawaban tersebut karena yang diekspos di media adalah UN 2014 dipastikan tidak ada bocoran dan kunci jawaban, kalau pun ada, dipastikan salah. Namun kenyataannya tidak seperti itu. Soal-soal yang konon dikawal dan dijaga ketat oleh Kepolisian itu ternyata masih bocor.

Lanjut pelajaran kedua, Geografi. Kali ini menurut teman-teman saya, tidak ada kunci jawaban yang berhasil didapatkan, entah mengapa. Untuk pelajaran Geografi, Alhamdulillah saya juga dapat mengerjakannya dengan cukup lancar karena perjuangan saya kemarin (baca : Sistem Kebut Seharian). Dalam waktu sekitar 1 jam pula, soal Geografi dapat saya selesaikan. Waktu menunjukkan pukul 11.30 dan kami belum boleh meninggalkan ruangan sebelum bel berbunyi pukul 12.30. Akhirnya waktu luang selama 1 jam itu saya manfaatkan untuk.. Ya.. Molor.

Tepat pukul 12.30, kami dapat meninggalkan ruangan dan perasaan lega pun langsung saya rasakan ketika baru saja keluar dari ruangan. Namun sayangnya perasaan lega itu sirna ketika saya ingat bahwa mata pelajaran UN besok adalah Matematika dan Sosiologi.

Matematika memang selalu membuat saya galau. Namun tidak dengan Sosiologi. Maka, sesampai saya di rumah, saya langsung kembali berjuang dengan Sistem Kebut Seharian, tapi hanya untuk Sosiologi. Kalau Matematika, saya lebih memilih Sistem Pasrah Sepanjang Tahun.

Sunday, April 13, 2014

H-1 UN 2014!

Sebelumnya saya mau nyeritain dulu nasib KTP saya. Jadi, seperti yang dijanjikan Pak Dullah pada hari Kamis, saya bisa ke Kelurahan Kebon Melati, Tanah Abang untuk cap jempol dan foto. Pak Dullah juga ngomong bahwa pada hari itu KTP saya bisa langsung dicetak pada hari itu. Namun, Tuhan berkata lain. Setelah saya cap titit jempol dan foto, ternyata KTP saya baru bisa diambil pada hari Senin, Hari Senin saya UN. Tjakep. Tapi untungnya Pak Dullah janji mau ngambilin KTP saya dan dititipkan ke tante saya. Alhamdulillah. Ketika foto di kelurahan, saya berniat untuk mengenakan batik supaya terlihat rapi dan formal. Tapi karena faktor terburu-buru, jadinya saya foto pake kaos Noxa dan ada gambar tengkorak grind virus-nya -____-

Nah sekarang mari kita bercerita tentang UN. Biasanya saya kalo bangun pagi, yang langsung muncul dipikiran saya adalah inisial "S". Berbeda dengan pagi ini, yang muncul inisial "UN". Karena pada saat saya baru bangun pagi tadi, saya langsung menyadari bahwa UN 2014 akan dilaksanakan kurang dari 24 jam lagi! Dan persiapan saya belum tergolong cukup matang karena hanya baru beberapa pelajaran yang saya kuasai. Di antaranya : Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, dan Sosiologi. Untuk Matematika, Ekonomi, dan Geografi, sejujurnya saya benar-benar belum siap. Tapi saya tetap percaya diri karena dengan berdoa, saya yakin kalo nanti saya ngisinya ngasal, pasti banyak yang bener! AAMIIN! Banyak yang bilang bahwa 2-3 hari sebelum UN berlangsung, sebaiknya jangan belajar. Dianjurkan untuk refreshing otak agar pada saat UN berlangsung, otak kita segar kembali. Tapi berbeda dengan saya. Seminggu sebelum UN saya gak belajar dan gak refreshing. Saya malah bolak-balik kelurahan ngurusin KTP -____- Pada pagi ini juga salah satu teman saya yang bernama Dwika atau yang biasa disebut Pak Kumis akan menginap di rumah saya selama UN berlangsung karena jarak rumahnya ke sekolah sangat jauh, sementara selama UN berlangsung, para murid diwajibkan untuk sampai di sekolah jam 6 pagi. Ada apa ya kira-kira? Hmm.. Saya pun bertanya-tanya.

Pada hari Kamis, beberapa teman saya pada heboh nge-BBM dan nge-DM saya di Twitter ngajakin beli kunci jawaban UN. Mengetahui hal itu, mustahil bagi saya untuk tidak tertarik. Namun, sayangnya dompet tidak mengizinkan dan terpaksa saya harus melupakan semua tawaran-tawaran menggiurkan itu. Kunci jawaban tersebut ditawarkan oleh salah satu oknum asal SMA X di Bekasi dengan harga awal yang cukup membuat kita jedotin pala ke tembok. Mereka menawarkan paket kunci jawaban UN 2014 IPA dan IPS seharga Rp. 20 Juta per angkatan! Dan semua itu tanpa sepengetahuan pihak guru dan kepala sekolah. Karena mungkin terlalu mahal, mereka mengubah perjanjian menjadi Rp. 250.000 per anak. Ternyata masih banyak yang merasa keberatan dan akhirnya diturunin lagi menjadi Rp. 200.000 per anak, baru deh pada mau beli. Saya pribadi kalau pun punya uang untuk membeli kunci jawaban tersebut, masih mikir-mikir karena takut ditipu. Daripada beli sesuatu yang 'ilegal', mending Rp. 200.000 saya pake buat beli martabak-toblerone-yang-sampe-sekarang-saya-belom-kesampean-untuk-nyobain itu. Jaminan yang diberikan oleh oknum adalah BPKB mobil dan yang mencurigakan adalah mereka memberikan BPKB mobil yang sama persis kepada sekolah "tetangga". Mencurigakan bukan? Tapi kalo saya pribadi lebih memilih untuk percaya kepada diri sendiri, sekalipun diri ini bego. Masalahnya, kalau pun saya mendapatkan kunci jawaban secara gratis, dengan UN 20 paket sistem barcode, kunci jawaban tersebut malah jadi menyulitkan.

Tapi saya gak mau munafik. Saya sempat nanya ke salah satu teman saya yang juga tidak membeli kunci jawaban, namun dia tahu informasi tentang siapa saja anak yang membeli kunci jawaban. Menurutnya, ada sekitar 8 anak IPS yang sudah menyerahkan uang kepada oknum. Dan beberapa di antara mereka adalah teman sekelas saya sendiri yang cukup akrab lah sama saya. Tapi pas saya tanya satu per satu via BBM dan DM Twitter, gak ada yang ngaku. Padahal saya gak ada niat untuk ngebocorin ke guru, kepala sekolah, atau pun pengawas UN nanti. Saya cuma mau minta 'cipratan' dikit aja. Matematika. Karena sejarah membutikan bahwa sejak TK dulu, untuk pelajaran Matematika dan pelajaran eksakta lainnya, saya terkenal sebagai siswa yang tolol.

Intinya, mau dapet kunci jawaban atau tidak, Insya Allah saya memaksa diri untuk siap secara lahir dan batin untuk menghadapi UN 2014. BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM.. YA ALLAH, permintaan hambu-Mu yang ganteng ini gak muluk-muluk kok. Cuma mau minta supaya nilai di ijazah 100 semua :) AAMIIN YA RABBAL ALAMIN :)

I AM FUCKING READY!!!



Thursday, April 10, 2014

Road To UN 2014 : Persiapan dan Nostalgia

"April adalah bulan paling horror bagi pelajar kelas 12 SMA." -Nuris Sungkar, Calon Sarjana Ilmu Komunikasi Dengan IPK 4,00 dan Predikat Cum Laude- AAMIIN!

Itu merupakan quote yang sangat "damn true" bagi seluruh pelajar di Indonesia. Bagaimana tidak? Jerih payah belajar kita selama 3 tahun ditentukan dalam 3 hari. Tjakep. Dan kalo sampe gak lulus (AMIT-AMIT) efeknya akan sangat terasa pahit bagi kami para pelajar SMA. Bayangin kalo kalian gak lulus dan harus mengulang kelas 12 yang penuh dengan perjuangan, pengorbanan, dan ocehan guru serta orang tua, sementara temen-temen kalian udah ada yang kuliah, kerja, atau bahkan nikah. Pokoknya yang namanya gak lulus itu bener-bener AMIT-AMIT dan juga NAUDZUBILLAHI MIN DZALIK!!!

Berbagai upaya dilakukan oleh para peserta UN dari mulai ikut bimbel, belajar dari pagi ketemu pagi, olahraga dan makanan dijaga agar tubuh selalu fit, hingga berpetualang mencari kunci jawaban liar. Kalo saya sendiri, saya benar-benar realistis dan menyadari ketidakmampuan saya. Untuk mata pelajaran eksakta, saya emang terkenal tolol dari zaman TK dulu. Tapi kalo urusan pelajaran bahasa dan sosial, Alhamdulillah.. Tolol juga. Hehehe nggak lah. Saya Alhamdulillah untuk pelajaran bahasa, terutama Bahasa Inggris, kemampuan saya tidak diragukan lagi. Bukan hanya teman-teman, namun juga guru-guru di sekolah saya mengakui itu. Kalo untuk urusan pelajaran sosial, saya lumayan lah. Dibilang pinter kagak, dibilang bego juga kagak. Maka dari itu, berjuang keras mempelajari materi-materi pelajaran mengasyikkan seperti Matematika, bagi saya merupakan sesuatu yang sia-sia. Karena untuk materi pelajaran mengasyikkan tersebut, saya sudah tertinggal sangat jauh sehingga saya harus mengulang dari materi Matematika SMP. Menurut saya itu hanya akan membuang-buang waktu karena lebih baik waktu tersebut saya gunakan untuk mempelajari materi pelajaran yang cukup saya kuasai seperti Sosiologi, Geografi, Ekonomi (kecuali bagian akuntansi), Bahasa Indonesia, dan tentunya Bahasa Inggris.

Menyadari bahwa UN akan dilaksanakan dalam hitungan hari, saya berpikir bahwa waktu benar-benar berjalan sangat cepat. Rasanya baru kemarin saya berpusing-pusing ria dalam persiapan menghadapi UN SMP. Namun kenyataannya itu sudah 3 tahun yang lalu! 2011! Rasanya juga baru kemarin saya ikut MOS SMAN 2 Gunung Putri. Dan itu juga sudah hampir 3 tahun! Cepat sekali bukan?

Kini, disela-sela saya sibuk memikirkan UN, saya sempat memejamkan mata untuk bernostalgia, mencoba mengulang memori-memori indah selama SMA. Saya ingat Bagus adalah orang pertama yang saya kenal di SMAN 2 Gunung Putri dan saya gak nyangka ternyata kami bergabung di band yang sama dan bisa sampai seakrab sekarang.

Saya ingat ketika baru saja sekitar sebulan masuk SMA, saya sudah berani menembak salah satu cewek yang paling "diincar" di SMAN 2 Gunung Putri dan.. Ehm.. Ditolak.

Saya ingat ketika Agatha mengajak saya untuk mendirikan sebuah band hardcore, dan dinamakan "Hatred" oleh Bagus yang kemudian gabung sebagai vokalis.

Saya ingat pengalaman pertama kali latihan bersama Hatred pada 20 April 2012. Saya ingat pengalaman pertama kali manggung bersama Hatred di Studio Mazaya, Pondok Gede pada 9 Juni 2012.

Saya ingat ketika Ibu saya mengajak saya makan siang di sebuah restoran di Cibubur setelah mengambil raport kenaikan kelas 11.

Saya ingat ketika Jerry mengajak saya untuk bergabung sebagai drummer untuk band deathcore-nya yang bernama Blessed Of Curse pada Oktober 2012.

Saya ingat pertama kali latihan bersama Blessed Of Curse di PnF Studio pada Oktober 2012.

Saya ingat pertama kali photoshoot bersama Blessed Of Curse pada November 2012.

Saya ingat pertama kali manggung bersama Blessed Of Curse di Studio Mazaya pada 5 Desember 2012.

Saya ingat pertama kali rekaman lagu "Device Traitor" bersama Blessed Of Curse pada 21 Desember 2012.

Saya ingat ketika Batgun mengajak saya bergabung dengan Dead Ceremony pada 8 Januari 2013.

Saya ingat pertama kali manggung dengan Dead Ceremony di Nabila Cafe, Ciracas pada 12 Januari 2013.

Saya ingat pertama kali photoshoot dengan Hatred pada 20 Januari 2013.

Saya ingat ketika Om Diaz menelepon saya untuk mengajak saya bergabung sebagai drummer untuk band death metal-nya yang bernama Kraken.

Saya ingat ketika pertama kali latihan dengan Kraken di Rosperks Studio, Fatmawati pada 22 Maret 2013.

Saya ingat pertama kali manggung dengan Kraken di Basement Cafe, Kemang pada 6 April 2013.

Saya ingat ketika manggung di sebuah festival metal terbesar se-Asia Tenggara yang bernama Hammersonic Metal Festival bersama Kraken di Eco Park, Ancol pada 27 April 2013.

Saya ingat ketika jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Shania pada 7 Mei 2013.

Saya ingat ketika mengundurkan diri dari Blessed Of Curse dan Dead Ceremony pada 22 Juni 2013.

Saya ingat ketika saya membuat sebuah gambar ucapan selamat ulang tahun untuk Shania pada 27 Juni 2013.

Saya ingat ketika berpetualang bersama Bagus ke Lawless Kemang, Taman Puring, KoKas, dan pertama kali mengunjungi JKT48 Theater pada 1 Juli 2013.

Saya ingat pertama kali rekaman lagu "Hardcore My Fucking Self" bersama Hatred di EC3 Studio pada 4 Juli 2013.

Saya ingat pertama kali sendirian ke JKT48 Theater untuk membeli kaos pada 6 Juli 2013.

Saya ingat ketika pertama kali gagal nonton JKT48 secara langsung di DahSyat RCTI pada 20 Juli 2013.

Saya ingat pertama kali menyaksikan setlist "Renai Kinshi Jourei" di JKT48 Theater pada 14 Agustus 2013.

Saya ingat ketika pertama kali mengikuti event handshake JKT48 dan memberikan sebuah naskah kepada Shania pada 14 September 2013.

Saya ingat ketika Hatred pertama kali manggung bersama Eman di Erlando Cafe pada 14 Desember 2013.

Saya ingat ketika pertama kali menyaksikan setlist Boku No Taiyou di JKT48 Theater pada 2 Februari 2014.

Saya ingat ketika saya berpetualang dengan Bagus ke Studio RCTI untuk menyaksikan JKT48 di event ulang tahun DahSyat pada 24 Maret 2014.

Saya ingat pertama kali mengurus KTP pada 8 April 2014.

Saya ingat pertama kali ikut pemilu pada pemilihan legislatif 9 April 2014.

Dan saya ingat, saya bentar lagi UN.



Ketika si Nuris Perdana Nyoblos

Nyoblos? Nggak. Ini sama sekali nggak ada hubungannya dengan pelajaran biologi bab reproduksi. Sama sekali gak ada.

Maksudnya nyoblos untuk memilih dan ikut serta dalam menentukan calon legislatif untuk periode tahun 2014 - 2019. Saya emang belom ada KTP (Cerita tentang kegagalan saya dalam mengurus KTP bisa dicek di postingan sebelumnya), tapi karena sudah didaftarkan oleh tante saya, maka untuk pertama kalinya dalam sejarah ketampanan Nuris Sungkar, saya ikutan nyoblos. Ingat, ini gak ada hubungannya dengan pelajaran biologi bab reproduksi. Karena saya bukan anak IPA.

Sebenernya ini masih kelanjutan dari petualangan saya menjajah rumah nenek dalam rangka mengurus KTP. Singkatnya, setelah saya berpetualang ke Universitas Bung Karno dan ke rumah Pak Dullah yang merupakan Ketua RT setempat, keesokan harinya, 9 April 2014, saya ikut menentukan apakah nasib bangsa kembali jatuh ke tangan wakil rakyat keparat, atau jatuh ke tangan wakil rakyat jujur (yang sewaktu-waktu dapat berubah menjadi keparat).

Pada pagi yang cerah, saya, Ayah saya, dan sepupu saya berangkat menuju TPU TPS dengan menggunakan kendaraan favorit kami : sendal swallow. TPS yang terletak hanya dua rumah di sebelah rumah nenek saya, ketika itu sudah diisi oleh para panitia dan masih sedikit 'pencoblos' yang datang. Maklum, kami dateng jam 8 pagi. Tepat di depan TPS, terdapat papan bertempelkan kertas yang berisi berbagai macam logo partai beserta caleg-calegnya. Ayah saya menginstruksikan siapa saja caleg yang harus saya pilih, dan setelah saya melihat kertas tersebut, saya mengangguk yakin. Lalu kami masuk ke dalam lapangan futsal yang disulap menjadi TPS itu dan menyerahkan kartu peserta Pemilihan Legislatif 2014. Sang panitia menerima kartu kami dan mempersilahkan kami untuk duduk. TPS tersebut berisi 3 kotak suara, 3 bilik pencoblosan (?), sebuah meja untuk mencelupkan jari kita ke dalam botol tinta, dan sebuah meja panjang untuk para panitia dan para saksi. Kami duduk bersama dengan para 'pencoblos' lainnya yang dipanggil oleh panitia secara bergantian. 10 menit kemudian, panitia menyebutkan nama "Rosyad Ahmad Sungkar", dan Ayah saya bergegas menyiapkan kacamata dan maju. 5 detik kemudian, "Muhammad Nur Islam Rosyad Sungkar" dan dengan kegagahan maksimal, saya maju ke arah panitia untuk mengambil kertas suara, dan berjalan menuju 'bilik pencoblosan'. Yang pertama saya buka adalah kertas suara berwarna merah. Saya mencoba mengingat-ingat nama yang diberitahukan Ayah saya untuk dicoblos. Caleg-caleg yang diusulkan oleh Ayah saya merupakan yang terbaik dari yang terburuk. Namun semanis dan semenarik apa pun janji-janji para caleg tersebut, sebaik dan sebersih apa pun citra para caleg tersebut, saya pikir kemungkinan untuk "berubah haluan" bagi para caleg tersebut setelah terpilih, masih terbuka lebar. Maka dengan hati yang sangat yakin, saya merobek ketiga kertas suara tersebut. Sempat terpikir oleh saya untuk tidak nyoblos, namun demi menghindari kemungkinan penyalahgunaan kertas suara yang tidak terpakai, terpaksa saya tidak golput dan saya pastikan ketiga kertas suara yang saya rusak di 'bilik pencoblosan', tidak sah. Setelah melipat rapi ketiga kertas suara rusak tersebut, saya berjalan menuju kotak suara untuk memasukkan ketiga kertas suara 'rusak' kedalamnya sesuai dengan warna yang tertera. Lalu saya mencelupkan jari manis saya ke dalam tinta. Ya. Karena jari kelingking terlalu mainstream.

Ketika ditanya Ayah saya setelah sampai di rumah, saya menjawab bahwa saya telah memilih caleg-caleg sesuai dengan yang diinstruksikan oleh Ayah saya. Berbohong demi idealisme gak masalah kan? Dan satu hal yang bikin saya galau pada hari itu adalah saya tidak bisa memfoto jari manis bertinta saya sebagai dokumentasi hidup karena SD Card hape saya telah wafat 4 hari lalu.

Oh iya soal KTP saya? Pada malam harinya saya kembali menemui Pak Dullah dan menurutnya, KTP saya bisa dicetak di kelurahan pada hari Jumat. Hore!!! Tapi Ayah saya harus merogoh kocek sebesar Rp. 135.000 untuk biaya pembuatan KK baru. Hmmm..

Ketika si Nuris bikin KTP

Ketika genap berusia 17 tahun pada Februari lalu, Ayah saya langsung buru-buru nyuruh saya ngurus KTP. Awalnya saya gak mau, tapi belakangan akhirnya saya ketahui bahwa KTP itu bukan Kartu Titit Pengkor, melainkan Kartu Tanda Penduduk.

Setiap Ayah saya bilang, "Nanti kalo ada waktu luang jangan lupa ngurus KTP ya.", saya selalu menjawab, "Iya, nanti." Sampai berjuta-juta abad kemudian, baru lah saya sadari bahwa KTP harus segera diurus. Kalo nggak katanya bisa menyebabkan impotensi. (?) Karena saya selalu menunda-nunda untuk segera berkunjung ke rumah Pak RT (Bukan. Bukan mau ngapelin Pak RT), maka akhirnya Ayah saya yang turun tangan seorang diri untuk ngapelin minta surat pengantar ke Pak RT. Dan ternyata jawabannya mengecewakan. Menurut Pak RT, KTP itu harus sesuai dengan alamat yang ada di Kartu Keluarga. Sedangkan alamat yang tertera di Kartu Keluarga saya itu di rumah nenek saya di Tanah Abang, Jakarta Pusat. Itu artinya saya harus kembali berpetualang menunggangi kuda tercinta yang merupakan jenis kawin silang antara bus APTB dengan kambing milik Pak RT. Tjakep.

Seminggu sebelum UN, kami anak-anak kelas 12 benar-benar sedang mengalami masa-masa dimana kami terlalu bingung untuk melakukan sesuatu. Pengen nyantai-nyantai untuk me-refresh otak, malah dibilang "Mau UN bukannya belajar, malah nyantai-nyantai." Giliran mau belajar serius, malah dibilang "UN jangan terlalu dipikirin, dibawa santai aja." Hal itulah yang membuat kami para pendekar penakluk soal UN merasa galau. Mau ini salah, mau itu salah. Daripada puyeng mendingan ngurus KTP ye kan? Akhirnya saya memutuskan untuk melahirkan KTP saya pada hari Selasa, 8 April 2014. Sebenernya, hari itu gak libur. Tapi daripada jadi gelandangan di sekolah, jadi mending meliburkan diri. Toh bolos dengan niat mengurus KTP demi masa depan yang cerah dan gemilang, gak jadi masalah ye kan? Selain bercengkrama dengan Pak RT dan Pak Lurah, pada hari itu juga saya berniat untuk mendaftarkan diri ke Universitas Bung Karno. Secara, calon mahasiswa Komunikasi dengan masa depan yang cerah dan gemilang gitu loh.

Seperti biasa, petualangan saya selalu diawali dengan bunyi alarm. Kali ini saya bangun jam 4 pagi karena saya ingin KTP dan pendaftaran Universitas Bung Karno harus beres hari itu juga. Pukul 05:00, saya berangkat meninggalkan rumah tercinta dengan bekal uang, hape, iPod, fotokopi akte kelahiran dan KK, baju dan celana untuk nginep di rumah nenek, rantang, tiker, kasur, tenda, kayu bakar, piring, gelas, cobek, dispenser, dan keperjakaan. Lalu dengan celana jins buluk, kaos Noxa, sepatu Converse jamuran, dan tas gemblok, saya melangkahkan kaki dengan kegagahan maksimal.

Setelah hampir gila karena menikmati macetnya Ibukota di hari kerja, saya sampai di rumah nenek jam 08:00. Ya. Tiga jam perjalanan. Ralat : Tiga jam perjalanan sambil berdiri di bus APTB karena harus ngalah sama mbak2 kantoran yang makeup-nya setebel lemak babi itu. Lalu saya langsung di antar oleh tante saya menuju rumah Pak RT setempat untuk meminta surat pengantar. Sesampainya disana, saya terkejut sekaligus prihatin melihat kondisi rumah Pak RT yang bernama Dullah itu. Rumah kecilnya terletak di pinggir rel kereta dan bersebelahan dengan kandang kambing. Suasana kumuh dengan bau kambing yang menyengat benar-benar menggetarkan hati saya. Dan ironisnya, rumah Pak Dullah terletak hanya beberapa meter dengan sekumpulan apartment mewah beserta mal-mal nya yang juga menawarkan kemewahan kepada kaum borjuis konsumtif yang hanya mementingkan hasrat bermewah-mewahnya. Jakarta sungguhlah kontras.. Dan tragis.. Pak Dullah, semoga Allah SWT melancarkan rezekimu :)

Oke, bek tu de faking topik. Kata Pak Dullah, saya telat ngurus KTP nya. Seharusnya, ngurus KTP yang bener itu sebelum ulang tahun ke-17 jadi ketika genap berusia 17 tahun, udah bisa megang KTP-nya. Sedangkan saya yang ganteng ini, ngurus KTP ketika hampir 2 bulan setelah berulang tahun ke-17. Tapi syukurnya kata Pak Dullah, masih bisa diusahakan. "Ini masukin dulu data KK sama Akte-nya nanti sore atau malem, kesini lagi aja." Kata Pak Dullah dan saya hanya bisa berterima kasih dan kembali ke rumah nenek untuk ngaso. Sekitar 3,5 jam saya tidur-tiduran, pada pukul 12:30 setelah makan siang, saya kembali melanjutkan petualangan saya ke Universitas Bung Karno. Rute perjalanan saya dari rumah nenek ke Universitas Bung Karno sama persis seperti rute perjalanan ayah saya dulu ketika berkuliah Universitas Pancasila karena kedua universitas tersebut sama-sama terletak di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Dua hari lalu, ayah saya memberi tahu angkutan umum apa saja yang harus saya bajak naiki. Pertama angkot menuju Karet, sesampai disana, saya menunggu bus 213 jurusan Grogol - Kampung Melayu seperti yang diinformasikan oleh ayah saya. Namun ketika menunggu di halte Karet, yang paling banyak lewat itu metromini 640 yang melintas hampir setiap semenit sekali. Saya sudah hampir muntah-berak karena bosen ngeliat metromini 640, namun setelah kurang lebih 30 menit membusuk di halte Karet, akhirnya dari kejauhan nampak sebuah bus berwarna putih, bernomor 213, dan bertuliskan "Grogol - Kampung Melayu". Dengan kebahagiaan tiada tara, saya menaikki bus tersebut dan sambil nyengir. Saya harus berdiri karena seluruh tempat duduk penuh. Maka saya pun berdiri sambil menjaga keamanan hape dan dompet tercinta dari tangan-tangan liar Ibukota. Lalu lintas di Jalan Jendral Sudirman menuju Jalan MH. Thamrin tidak begitu padat sehingga bus tersebut dapat sampai di Bundaran HI hanya dalam waktu beberapa menit dan bisa langsung belok menuju Jalan Pangeran Diponegoro. Karena keesokan harinya Pemilu Legislatif, ketika bus tersebut melintasi gedung KPU, sempat 'bersilaturahmi' dengan kemacetan karena banyaknya mobil pers yang parkir di penjuru jalan. 10 menit kemudian, saya turun di depan bioskop Metropole dan berjalan kaki menuju rektorat Universitas Bung Karno yang terletak di Jalan Pegangsaan Timur No. 17. Saya masuk ke dalam ruangan Pendaftaran Mahasiswa Baru dan bertemu dengan seorang pria berumur sekitar 60 tahunan dan seorang mbak-mbak berjilbab berumur sekitar 25 tahunan yang cukup membuat saya 'gelisah'.

"Assalamu'alaikum. Pak, saya mau beli formulir untuk pendaftaran mahasiswa baru." Tanya saya kepada pria-60-tahunan tersebut.
"Oh iya silahkan. Ini boleh diliat dulu perincian biaya untuk kelas karyawan."
"Saya mau ambil kelas reguler, Pak."
"Oh masih sekolah toh? Saya kira udah kerja. Tampang karyawan soalnya."
"........"

Setelah berkepo-kepo ria mengenai Universitas Bung Karno dengan pria-60-tahunan tersebut, saya menyerahkan uang sebesar Rp. 250.000 untuk membeli formulir. Seperti yang dikatakan oleh si pria-60-tahunan, syarat-syarat pendaftaran Universitas Bung Karno adalah : Fotokopi ijazah SMA yang telah dilegalisir, pas foto, fotokopi akte kelahiran, dan surat bebas narkoba. Sambil menunggu kwitansi pembayaran, kini giliran si mbak-25-tahunan yang nanya-nanya saya.

"Kamu sekolah dimana?"
"SMA Negeri 2 Gunung Putri, Mbak."
"Wah jauh juga ya. Kesini sendiri? Naik apa?"
"Naik perahu cinta kita berdua."

Dan si muka si mbak-25-tahunan pun memerah. Sambil melotot. Saya cuma nyengir kuda.

Setelah pembayaran formulir sudah beres, saya berkunjung ke kampus Universitas Bung Karno yang terletak di Jalan Kimia No. 20. Saya kembali berjalan kaki menuju calon kampus tercinta. Sebelum sampai di kampus, saya melintasi pusat lasik mata yang juga terletak di Jalan Kimia, dan yang membuat saya nyengir bahagia adalah buanyaknya penjual berbagai macam jenis makanan dan jajanan. Dan 'surga-dunia' tersebut terletak hanya beberapa langkah dari kampus. Tjakep. Lalu saya berjalan memasuki gerbang Universitas Bung Karno dan waktu menunjukkan pukul 14:00. Rupanya kelas pagi sudah selesai dan hanya terdapat beberapa mahasiswa yang sedang asyik mengobrol di berbagai penjuru kampus : Musholla, parkiran, tangga, dsb. Ketika saya ingin melihat-lihat kelas fikom yang terletak di lantai 2, saya menaikki tangga dan berpapasan dengan beberapa mahasiswa. Mereka terlihat berbisik-bisik ketika melihat seorang pria-ganteng-berwajah-timur-tengah-berkaos-noxa yang sedang menaikki tangga dengan tampang cool maksimal. Ya. Mungkin mereka pikir saya mahasiswa pindahan. Saya melihat-lihat hampir semua kelas fikom, dan ternyata kelas di kampus itu tidak seperti yang saya bayangkan sebelumnya. Kelas di kampus itu ternyata lebih menyerupai kelas di tempat les : tidak terlalu besar dan dingin. Setelah puas melihat-lihat, saya turun ke bawah dan kembali nyengir. Banyak terdapat wanita cantik berkaca mata yang cukup menggugah selera. Ketika melihat wanita-wanita tersebut, saya langsung teringat dengan Karla Sekar Arum, seorang crew DahSyat yang saya temui di Studio RCTI 2 minggu sebelumnya. Ya. Karla sempat membuat saya susah tidur selama beberapa hari.

Saya meninggalkan kampus tersebut pada pukul 14:30 dan berjalan kaki (lagi) melewati Kedutaan Besar Sri Lanka menuju halte Megaria untuk menunggu bus 213. Alhamdulillah, ketika saya baru saja duduk di halte, bus tersebut sudah menunjukkan batang hidungnya. Dengan hati yang bahagia, saya menyetop dan menaikki bus tersebut. Tapi sayangnya saya kembali harus berdiri. Perjalanan lancar hingga pada saat bus memasuki Jalan Jendral Sudirman, saya stres. Perpaduan antara teriknya panas matahari yang menyengat dengan kemacetan yang luar biasa, benar-benar membuat saya galau maksimal. Bus tersebut benar-benar berjalan seperti keong hingga akhirnya saya bisa turun di Karet. Ketika saya keluar bus, saya tambah galau karena teriknya panas matahari yang membuat saya pusing. Terlihat tukang es cendol di kejauhan dan saya langsung berlari menghampirinya. "Atu, bang!" Dan 30 detik kemudian saya sudah bisa menikmati segelas es cendol yang nikmatnya tiada tara ketika diminum di siang bolong. 20 menit kemudian, saya sudah kembali berada di rumah nenek saya. Pada malam harinya, saya kembali ke rumah Pak Dullah untuk menanyakan nasib KTP saya, dan jawabannya bikin saya galau. Ketika dicek di kelurahan, NIP (Nomor Induk Penduduk) saya yang seharusnya tertera di KK, ternyata tidak terdaftar. Ini berarti Ayah saya harus membuat KK baru dengan NIP. Maka dengan ini, rencana kelahiran KTP saya pada hari ini, telah resmi gagal.

Terimakasih.