Marina Abramovic, Rhythm 0 (1974) |
Di muka bumi ini, manusia adalah makhluk hidup yang paling superior dan sempurna. Oleh karena superioritas dan segala kesempurnaan yang kita miliki, manusia kerap disebut sebagai makhluk hidup yang paling unik dan kompleks.
Secara internal, inteligensi dan emosi merupakan dua aspek yang paling membedakan manusia dengan hewan, tumbuh-tumbuhan, dan makhluk hidup lainnya. Secara eksternal, norma, nilai-nilai, agama, dan hukum merupakan aspek-aspek yang menjaga manusia agar tetap 'menjadi manusia'.
Salah satu hal yang dimiliki manusia yang merupakan karakteristik dasar dari setiap makhluk hidup adalah hasrat untuk memenuhi kebutuhan dan bertahan hidup. Maka dari itu, sistem diciptakan untuk mengatur kehidupan manusia agar harmonis, walaupun sistem itu kerap disalahgunakan oleh monster kapital dan elit politik.
Sebetulnya, seperti apakah tabiat genuine dari seorang manusia? Apakah manusia berpikir dan berperilaku seperti pada umumnya apabila nilai, norma, agama, dan hukum dihapuskan?
Pada 1974, seorang seniman wanita bernama Marina Abramovic asal Yugoslavia mengadakan sebuah pergelaran seni pertujukan sekaligus eksperimen sosial yang diberinama "Rhythm 0" di Naples, Italia. Pada pergelaran tersebut, Abramovic berdiri secara pasif selama 6 jam dengan 72 objek yang disediakan di sebuah meja, seperti mawar, madu, anggur, roti, parfum, hingga gunting, pisau, dan sebuah pistol yang terisi peluru.
Para pengunjung diperbolehkan melakukan apa saja terhadap Abramovic yang pasif selama 6 jam untuk menguji seberapa jauh kemanusiaan seseorang akan bertahan ketika diberikan kebebasan sepenuhnya. Pada awalnya beberapa pengunjung hanya memberikannya mawar dan menciumnya. Setelah tiga jam, Abramovic mulai dilecehkan secara seksual dan pakaiannya digunting hingga terlepas.
Pada jam keempat, keadaan mulai tak terkendali dan nilai kemanusiaan para pengunjung mulai luntur. Beberapa bagian tubuhnya dilukai dengan silet, kemudian darahnya diminum, dan puncaknya adalah ketika seseorang mengambil sebuah pistol, mengokangnya dan hampir menembak kepala Abramovic dari jarak dekat sebelum digagalkan oleh salah seorang pengunjung lainnya.
Menghadapi suasana yang intens, Abramovic tetap berkomitmen untuk bersikap pasif dan berhasil menempuh waktu selama 6 jam. Ia berjalan menuju kerumunan para pengunjung, dan mereka yang melecehkan dan hampir membunuh Abramovic segera berlarian menghindarinya, bahkan tidak mampu menatap mata Abramovic.
Rhythm 0 merupakan sebuah bukti bahwa manusia tidaklah semanusia yang kita bayangkan. Pergelaran tersebut dapat dikatakan sebagai upaya kecil untuk melakukan dehumanisasi. Sedikit banyak, semua orang pastilah memiliki naluri hewani, naluri iblis, atau bahkan lebih buruk dari itu.
Bayangkan apabila Rhythm 0 digelar di masa kini dengan isu-isu sosial yang jauh lebih kompleks dan pesatnya kemajuan teknologi yang semakin menghapus nilai-nilai kemanusiaan. Dan bayangkan pula seandainya pergelaran serupa diadakan di Jakarta dengan masyarakatnya yang super padat, penuh tekanan, dan mudah terprovokasi. Saya yakin apabila itu terjadi di Jakarta pada saat ini, mungkin kurang dari dua jam Abramovic sudah tewas secara mengenaskan.
Dan apabila anda adalah salah satu pengunjungnya, apa yang anda akan lakukan?