Ngomongin soal mafia emang seru banget.
Saya dibesarkan di sebuah keluarga mafia
freak, atau keluarga yang tergila-gila dengan hal-hal yang berkaitan dengan
mafia, terutama Ayah saya. Beliau memiliki bertumpuk-tumpuk film mafia, dari
mulai The Godfather, Goodfellas, Scarface, Casino, The
Untouchables, sampe Mafia Pelangi. Oke kalo yang terakhir itu saya
bercanda. Tapi bisakah Anda bayangkan ada sebuah film berjudul Mafia Pelangi?
Jadi ceritanya ada segerombol mafia asal Belitong yang memiliki sebuah markas
yang tak layak. Atapnya jebol, lantainya gak pake keramik, meja dan kursinya
reot, pokoknya persis kandang kambinglah. Dan anggota mereka salah satunya ada
yang kalo mau berangkat meeting ke
markas harus lewatin buaya darat dulu, ada yang pake sepatu cewek, dan ada juga
yang meeting nyékér. Menyedihkan ya?
Mafia selalu identik dengan film The Godfather, sebuah film yang dirilis
tahun 1972 dan merupakan sebuah film tersukses sepanjang masa. Film The Godfather ini emang bagus banget. Kalo
disuruh sebutin satu judul film yang paling saya suka, ya saya pasti akan sebut
The Godfather. Soalnya hampir dari
semua segi, film ini emang perfect.
Dari segi pemeran, film ini dibintangi oleh 3 aktor canggih, yaitu Al Pacino
(yang mirip saya itu), Marlon Brando (saking terkenalnya, nama doi dimasukin ke
penggalan lirik lagunya Slipknot yang judulnya Eyeless), dan Robert Duvall. Dari segi tema, waktu itu emang lagi booming-boomingnya film tentang mafia
dan The Godfather lah yang waktu itu
jadi nomer 1. Dari segi musik juga perfect,
soundtrack film ini terkenal banget
sampe-sampe kalo di berita-berita yang lagi ngebahas soal mafia hukum, pasti
musik latarnya soundtracknya The Godfather. Dan dari segi-segi
lainnya, film ini perfect.
Mau The
Godfather atau apa pun itu, selama film tersebut masih menceritakan tentang
mafia, pasti identik dengan kekerasan. Dari mulai kekerasan fisik (contohnya di
The Godfather ada adegan si Lucabrasi
tangannya ditusuk piso dapur dan lehernya dicekik pake sejenis tali rapia sampe
si Lucabrasi melet-melet sambil merem-melek gitu), sampe kekerasan verbal. Di
film The Godfather itu ada semacam quote yang terkenal banget, yaitu : “I’m gonna make him an offer he can’t refuse.”
Quote
itu muncul ketika si Michael Corleone yang notabene anak dari seorang kepala
mafia, cerita ke ceweknya tentang betapa kejamnya keluarganya ketika berurusan
dengan orang. Si Michael cerita bahwa bokapnya itu punya seorang anak angkat
yang namanya Johnny Fontane yang merupakan seorang vokalis dari sebuah big
band. Pada suatu saat, si Johnny resign
dari big band tersebut karena dia ingin solo karir, tapi ditahan sama ketua big
band tersebut. Pokoknya si ketua big band ini keukeuh kalo si Johnny harus
tetap menjadi vokalis big bandnya dia untuk selama-lamanya. Mungkin karena si
Johnny kesel, ngadu-lah dia ke bokap angkatnya yang merupakan seorang kepala
mafia yang sangat disegani di kota New York. Akhirnya si kepala mafia yang
bernama Vito Corleone itu mengutus beberapa orang anak buahnya untuk beresin kasus
anak angkatnya. Dan si Vito ini ngomong “I’m gonna make him an offer he can’t refuse.” atau bahasa gaulnya “Gua akan ngasih
doi sebuah tawaran yang gak bisa doi tolak.” Tawaran tersebut adalah si ketua
big band suruh milih. Jadi si Vito cs ini bawa surat pengunduran dirinya si
Johnny, si ketua big band disuruh milih : mau tanda tangannya yang ada di atas
surat tersebut, atau otaknya. Dan Vito cs ngomong gitu ke si ketua big band
sambil nodongin beceng yang terkokang rapih dan siap jedor kapan pun ke kepala
si ketua big band. Akhirnya si ketua big band memilih untuk menandatangani
surat tersebut sebagai pernyataan bahwa dia mengizinkan si Johnny untuk resign dari big band tersebut.
Di The
Godfather, itu emang cuma diceritain aja, dan gak dikasih liat adegan
tawar-menawar tersebut. Tapi yang kayak gini kalo ditonton sama anak dibawah
umur bisa merusak anak tersebut secara psikologis. Nah pada suatu Minggu pagi
yang cerah, di sebuah perjalanan menuju Metropolitan Mall Bekasi, saya seangkot
sama sebiji om-om dan 2 ekor anak kembarnya. Dua sejoli tersebut lagi berebutan
mainan.
“Ah kamu! Ini kan mainanku!”
“Bukan! Ini mainanku!”
“Denger ya, ini ada surat hak milik atas
mainan kera ingusan ini yang menyatakan bahwa mainan ini sepenuhnya milikku.
Dan kamu harus menandatangani surat ini sebagai persetujuan.”
“Iyuh! Ogah! Aku gak mau!”
“Kamu tinggal pilih. Mau tanda tangan
kamu yang ada di atas surat ini, atau otakmu?!”
Mendengar kalimat maut tersebut, saya
seketika melotot sambil geleng-geleng kepala dan istighfar. Saya pun bertanya
kepada si om-om yang merupakan Ayah dari 2 mafia cilik berwajah identik
tersebut.
“Om, ini kok anaknya ngomongnya gitu ya?
Sering dikasih tonton The Godfather ya?”
“Iya. Kenapa kamu? Gak suka?!”
“Bukannya gitu, om. Itu gak baik buat
anak om sendiri. Ini bisa-bisa kebawa sampe gede loh. Coba om bayangin ketika
dia udah gede, dia nembak cewek :
“Kamu
mau gak jadi pacar aku?”
“Hmm..
maaf ya aku lagi nunggu seseorang.”
“Denger
ya, aku punya surat pengakuan bahwa mulai hari ini kamu jadi pacar aku, dan
sebagai persetujuan, kamu harus menandatangani ini.”
“Gak
mao!”
“Kamu
tinggal pilih. Mau tanda tangan kamu yang ada di atas surat ini, atau otakmu?!”
Dan dia ngomong gitu ke cewek tersebut
sambil ngasah piso dapur. Amit-amit kan om? Apalagi kalo misalnya dia suatu
hari dipecat sama bosnya.
“KAMU
SAYA PECAT!!!”
“Denger
ya, Nyet! Disini gua punya surat pernyataan bahwa gua bisa kerja di perusahaan
lo sampe gua bosen! Dan sebagai persetujuan, lo harus menandatangani surat ini,
monkey!!!”
“NO
FUCKING WAY!!!”
“Lo
tinggal pilih. Mau tanda tangan lo yang ada di atas surat ini, atau otak lo?!”
Dan dia ngomong gitu sambil nodongin
AK47 ke kepala bosnya. Amit-amit kan om? Makanya jangan sembarangan ngizinin
anak nonton film The Godfather.”
“Denger ya dek, saya barusan bikin surat
pernyataan bahwa kamu harus segera turun dari angkot ini sekarang juga. Dan
sebagai persetujuan, kamu harus menandatangani
surat ini.”
“Hah? Maksudnya?”
“Kamu tinggal pilih. Mau tanda tangan
kamu yang ada di atas surat ini, atau BIJI KAMU?!” Kata si om-om berwajah Kapten Haddock
tersebut sambil ngasah celurit.
“BANG, KIRI BANG!!!”
He
really made me an offer I couldn’t refuse.
No comments:
Post a Comment