Wednesday, March 16, 2016
The Irony of Modern Urban Life
It's the third week of my 4th semester. And i'm already having 11 assignments to do. To me, it's not a burden cause basically i love doing academical stuff. But as a normal human being, i get stressed. Not because of the college stuff, but because of the surroundings; the environment, the distractions, and the city itself.
Gratefully, i've made a great networking with my social environment which is very helpful for my business. I have lots of potential friends from different classes and generations who have great connections as well. And they surely are fun. Except for some hypocrates who covertly try hard to stab me in the back. Zero fucks given, anyway.
Those friends keep me feeling comfortable inside the campus. But when i get out, i get stressed by experiencing these things everyday; Pollutions. Traffic jams. Chaotic public transportation system. Criminals. Hedonists. Malls. Trashes. Hypocritical political campaigns.
It's killing me to accept the fact that i'm going to a college located in a fucked up city full of concretes, with its socially apathetic hedonists, arrogant dumbass celebrities, criminals, dirty politicians, and any other kind of social cancer. And it takes lots of energy and time to transport from a place to another either with private or public transportations.
With those situational pressures plus internal pressures (problems at home, work, college, etc), no wonder that urban people have higher risks of insanity. They could become crazy. And it doesn't rule out the possibility of them becoming suicidal, junkies, or even sociopaths, or psychopaths.
As a person who goes to college and does business in Jakarta, i think we need some time to isolate ourselves in some distant, remote place. A quiet outdoor place full of trees and grass, without any buildings where you can take a peaceful moment. That's how you relieve stress.
Unfortunately, the government cooperates with corporations in building as many shopping malls as possible in Jakarta, as a way to relieve people's stress. It works. For the upper middle. What about poor people who can't afford shopping at malls? How do they relieve their stress? Does even the government consider the poor people's right to have leisure activities?
The huge number of malls make us very consumptive. Plus, the hedonism ideas which is penetrated into our minds through the media; movies, tv shows, books, advertising, all of those kinds of media teach us the way how to enjoy life, how to be happy. Who gets the most benefit? The corporations. Who gets money from the corporations? The government.
We are just victims. Stupid victims, actually. In the name of pride and prestige, we let them exploit us.
One of the best ways to fix this, is by demanding the government to build city parks. A natural place for all kinds of social, economical classes to do leisure activities in order to relieve our stress without involving the intervention of corporations. Just let us take a simple, peaceful moment without being consumptive, without being hedonistic.
Tuesday, March 15, 2016
Jual Kaos Band
Pre-order | No Quota | IDR 100K each
S: 38 x 58 CM
M: 41 x 63 CM
L: 50 x 69 CM
XL: 52 x 71 CM
XXL: 56 x 76 CM
* Alkaline Trio
* Bad Brains - Banned in DC
* Bad Religion - Suffer
* Beastie Boys - Check Your Head
* Black Flag - 1st 4 Years
* CBGB
* Descendents - Milo Goes To College
* Minor Threat - Drunk
* Misfits
* NOFX - 30 Years Anniversary
* N.W.A
* Rancid - Let The Dominoes Fall
* Social Distortion
* Wu Tang Clan - East Coast
0857-8289-0874
Line: nrsg666
instagram.com/pillsjakarta
pillsjakarta.tumblr.com
tags: pills jakarta, pills, jakarta, indonesia, jual, kaos, t shirt, band, merch, merchandise, nuris sungkar, ossa sungkar, jual kaos band, alkaline trio, bad brains, bad religion, beastie boys, black flag, cbgb, descendents, minor threat, misfits, nofx, nwa, n.w.a, n.w.a., social distortion, rancid, wu tang clan, wu-tang clan, tim armstrong, tim timebomb, punk, rock, punk rock, hip-hop, hip hop, rap, hardcore, hardcore punk, oldschool, oldschool hardcore.
Friday, March 11, 2016
Advertise Now!
We've reached 100K pageviews. Advertise now with best price & maximum efficiency.
nurissungkar@gmail.com
0857-8289-0874
Line: nrsg666
Tags: pasang iklan, murah, iklan, jasa iklan, periklanan, beriklan, advertise, advertising, ptc, banner.
Wednesday, March 2, 2016
Terima Produksi Kaos, Jaket, Topi Satuan
Produksi kaos, jaket, topi satuan dengan custom design.
Kaos:
- Sablon 1 sisi: Rp. 100.000
- Sablon 2 sisi (kaos putih): Rp. 110.000
- Sablon fullprint: Rp. 125.000
Jaket (hoodie):
- Sweater sablon 1 sisi: Rp. 150.000
- Sweater sablon 2 sisi: Rp. 170.000
- Zipper sablon 1 sisi: Rp. 160.000
- Zipper sablon 2 sisi: Rp. 180.000
Topi
- Trucker: Rp. 60.000
- Snapback: Rp. 80.000
Size chart kaos:
S: 38 x 58 CM
M: 41 x 63 CM
L: 50 x 69 CM
XL: 52 x 71 CM
XXL: 56 x 76 CM
Size chart sweater:
M: 52 X 68 CM
L: 54 X 71 CM
XL: 57 X 73 CM
Size chart zipper:
M: 57 X 66 CM
L: 59 X 68 CM
XL: 62 X 71 CM
0857-8289-0874
Line: nrsg666
instagram.com/pillsjakarta
pillsjakarta.tumblr.com
tags: produksi, pembuatan, bikin, custom, kaos, t shirt, jaket, sweater, hoodie, zipper, topi, snapback, trucker, pills, pills jakarta, nuris sungkar
Tuesday, March 1, 2016
Analisis Berita Kebijakan Kantong Plastik Berbayar
Tugas Komunikasi Sosial dan Pembangunan
Oleh :
M. Nur Islam R. Sungkar (2014 - 41 - 084)
Kelas : B
Dosen:
Ibu Dwi Ajeng Widarini S.Sos. M.Si
Per tanggal 21 Februari 2016, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menerapkan kebijakan kantong plastik berbayar dengan harga Rp. 200/plastik pada seluruh toko ritel modern di 22 kota besar se-Indonesia. Kebijakan ini merupakan suatu upaya untuk mengurangi kerusakan lingkungan akibat sampah plastik yang berlebihan, meskipun menurut Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) Eddy Ganefo, kebijakan ini merupakan suatu 'permainan' mafia konglomerat dengan tujuan komersial.
Dalam hal ini menurut saya, media massa sebagai suatu alat sosialisasi pemerintah, kurang optimal dalam memfokuskan masyarakat kepada kebijakan tersebut. Sosialisasi mengenai kebijakan ini melalui media massa, bertepatan dengan maraknya dua isu hangat di masyarakat yaitu isu penggusuran prostitusi di Kalijodo dan isu LGBT beserta penangkapan Saipul Jamil terkait pelecehan seksual.
Saya melihat bahwa media massa memandang sosialisasi kebijakan tersebut sebagai suatu isu yang memiliki nilai berita yang lemah dibandingkan dengan isu-isu seputar politik, sosial, dan selebriti. Hal ini mungkin disebabkan oleh kurangnya efektifitas dari kebijakan itu sendiri, karena saya rasa masyarakat lebih rela mengeluarkan Rp. 200 untuk sebuah plastik dibandingkan dengan membawa kantong sendiri dari rumah ataupun membawa belanjaan tanpa menggunakan plastik.
Saya sendiri pertama kali mengetahui informasi ini yaitu dari seorang pramuniaga Alfamart pada tanggal 20 Februari 2016, satu hari sebelum penerapan kebijakan tersebut. Baru setelah beberapa hari, berita mengenai kebijakan itu mulai beredar di media online. Hal ini menggambarkan betapa tidak optimalnya media massa sebagai perpanjangan tangan pemerintah dalam mensosialisasikan kebijakan-kebijakannya. Bahkan beberapa media online seperti tribunnews.com dan suara.com lebih menonjolkan pendapat para selebriti seperti Andien dan Gracia Indri, daripada pendapat masyarakat.
Menurut teori agenda setting, media massa memiliki kapabilitas dalam menentukan mana isu yang penting dan mana yang tidak penting. Dan menurut saya nilai berita menjadi paramater dalam hal ini, tanpa memperdulikan apakah isu tersebut bermanfaat atau tidak bagi masyarakat dan juga pemerintah. Sebagai contoh, pemberitaan pendapat para selebriti mengenai kebijakan tersebut. Memang betul adanya bahwa selebriti sebagai tokoh masyarakat dan penggiring opini (opinion leaders) menjadi salah satu elemen pendorong bagi sosialisasi kebijakan itu, sesuai dengan teori 2 step flow, dan juga menjadikan berita tersebut memiliki nilai berita yang tinggi. Namun hal itu justru cenderung menimbulkan dominasi kaum selebriti dalam isu yang seharusnya berorientasi pada masyarakat luas dan pemerintah. Dengan gencarnya media massa dalam mengekspos angle tersebut, maka apa yang terjadi dalam masyarakat dan juga feedback masyarakat menjadi kekurangan publisitas.
Masyarakat menjadi tidak tahu tentang apa yang sebenarnya terjadi di sekitarnya, dan juga pemerintah pun menjadi kesulitan dalam menerima input dari masyarakat. Maka menurut saya, alangkah baiknya jika media massa memberitakan suatu isu secara komprehensif dan proporsional dengan tidak selalu mengkaitkan suatu isu dengan selebriti. Dengan demikian, saya harap pemerintah akan lebih sukses dalam menyuarakan pembangunan dan masyarakat pun akan dapat menikmati hasilnya dengan maksimal.
Subscribe to:
Posts (Atom)