Taring
Nazar Palagan
Grimloc Records
Pengunduran diri Hardy 'Nyanknyank' Rosady dari Outright rupanya tidak membuat vokalis tersebut kehilangan eksistensinya. Ia justru kembali bangkit ke skena musik hardcore Bandung dengan membentuk amunisi barunya bersama Gebeg (Power Punk), Angga (Billfold/Asia Minor), dan Ferry (Turbidity) dengan nama Taring. Belum genap satu tahun sejak didirikan pada 13 Desember 2013, Taring berhasil merilis album perdananya yang bertajuk "Nazar Palagan" pada 10 Oktober lalu.
Album yang dirilis via Grimloc Records ini memang patut diwaspadai keganasannya. Ide brilian keempat musisi 'senior' asal Bandung tersebut dalam bereksplorasi menyerap unsur thrash, sludge, stoner, doom, psychedelic, progressive, dan bahkan rap, membuat Nazar Palagan menjadi sebuah album hardcore yang unik dan menarik untuk didengar.
Keganasan mereka terbukti dalam aransemen lagu-lagu dalam album ini yang benar-benar 'nendang'. Riff gitar yang cepat dan thrashy ala Slayer, dibalut dengan sound hardcore serta tone yang tebal dan tajam, berpotensi menyulut sumbu adrenalin para pendengarnya seperti pada lagu "Kata-Kata Belum Binasa" yang menggeber dengan beat drum punk-nya dan dipercantik dengan breakdown yang sangat apik dinikmati dengan headbanging, juga "Nazar Palagan" dengan geraman vokalnya yang menyeramkan dan lantang, serta "Bridge of Agony", sebuah instrumental dengan tempo lambat namun tetap menyeramkan dengan teriakan-teriakan dan riff gitar doom yang menyerempet psychedelic. Odd time signature pada lagu "Meredam Dendam Dengan Bara" dan "Menghujam Langit" serta unison rythm yang teknikal pada "Amarah, Agresifitas, dan Liar" menjadi pembuktian atas adanya unsur progresif pada album ini. Begitu pula dengan unsur sludge pada lagu "Resureksi Diri" dan unsur stoner yang terdengar dari teknik bending pada gitar di hampir setiap lagu.
Taring juga mengajak beberapa musisi untuk berkolaborasi dalam album ini seperti Sarkasz dari Bars of Death yang menyumbangkan lirik dan rap-nya dalam lagu "Gospel Nosferatu", Lord Butche (ex The Cruel) yang meneriakkan high-pitched scream-nya pada lagu "Amarah, Agresifitas, dan Liar", serta Barus dari Godless Symptoms yang berbagi mikrofon dengan Hardy pada lagu "Seperti Tanpa Nyawa". Selain itu, Eben dari Burgerkill ikut berkontribusi sebagai vocal director pada lagu "Nazar Palagan" dan "Meredam Dendam Dengan Bara".
Band-band yang mempengaruhi mereka seperti Lionheart, Madball, Terror, Hatebreed, dsb pun dapat dirasakan atmosfernya dalam album ini. Ketika mendengar hingar-bingar lagu "Kata-Kata Belum Binasa", "Nazar Palagan", dan "Lihatlah Kami" memang mengingatkan kita kepada lagu-lagu yang diciptakan oleh Lionheart dan Hatebreed, namun Taring berhasil mempertahankan identitasnya dengan lirik-lirik berbahasa Indonesia. Tema-tema kritis mengenai politik, sosial, dan moral, dibalut dengan diksi dan kata-kata yang puitis menjadikan Nazar Palagan bukan sekedar album dengan aransemen musik yang 'tajam', namun juga liriknya yang 'tajam' pula. Seperti yang tertulis pada buklet dalam album ini, lirik pada lagu "Meredam Dendam Dengan Bara" dan "Kata-Kata Belum Binasa" diciptakan sebagai dedikasi dan memorial kepada Widji Thukul, seorang penyair yang hilang menjelang runtuhnya rezim orde baru.
Dari segi sound, album yang di-mixing dan mastering oleh Zoteng dari Forgotten ini patut diacungkan dua jempol. Tone gitar dan bass, serta kick drum yang tebal dan tajam memang layak menjadi penyempurna album ini.
Namun sangat disayangkan, pengemasan album ini terkesan minim modal karena sampul dan label CD-nya dicetak hitam putih, serta lirik dan kata-kata yang berdempetan dicetak dalam buklet yang hanya terdiri dari tiga lembar.