Replace 'Stranger Things' : Serial TV Paling Adiktif di 2016

Wednesday, August 10, 2016

'Stranger Things' : Serial TV Paling Adiktif di 2016


Pada 6 November 1983 di Hawkins, Indiana, Will Byers (Noah Schnapp), seorang anak laki-laki berusia 12 tahun menghilang secara misterius di perjalanan pulang setelah bermain Dungeons & Dragons di rumah temannya. Kemunculan gadis misterius berkepala pelontos Eleven (Millie Bobby Brown) yang memiliki kekuatan super, petualangan mencari Will yang dilakukan teman-temannya, dan pemecahan misteri yang melibatkan proyek rahasia pemerintah oleh kepala kepolisian Hawkins, Jim Hopper (David Harbour) dan ibunda Will, Joyce Byers (Winona Ryder) membuat 'Stranger Things' menjadi serial TV wajib tonton di tahun 2016.

Kurang lebih seperti itu sinopsis singkat dari Stranger Things. Bermula dari sekitar sebulan lalu, berbagai pos mengenai serial TV rilisan Netflix itu bermunculan di 9GAG. Begitu pula di berbagai media online yang sudah memperbincangkannya sejak akhir 2015.

Pada 15 Juli 2016, seluruh 8 episode dari Stranger Things resmi dirilis secara global oleh Netflix. Internet citizens semakin gencar dalam membicarakan karya dari saudara kembar Matt dan Ross Duffer tersebut. Berbagai resensi bermunculan dan hampir seluruhnya bernada positif. It went viral!

Saya menjadi semakin aware terhadap Stranger Things. Namun ketika itu saya masih berkutat dengan Mr. Robot, sebuah serial TV rilisan USA Network yang saya gemari sejak tahun lalu. Hingga pada suatu malam di awal Agustus ini, seorang teman merekomendasikan dua judul serial TV melalui grup Line. Dua judul tersebut adalah Wayward Pines dan Stranger Things.

Saya browsing plot dari kedua serial tersebut untuk membandingkannya dan Wayward Pines menjadi pilihan pertama untuk saya tonton. Sungguh sama sekali tidak mengecewakan. Wayward Pines berhasil membuat saya overwhelmed dengan segala aspek mindfuck dari plot yang mengingatkan saya pada Twilight Zone.

Season pertama dari Wayward Pines saya habiskan dalam waktu dua malam dan ketika lanjut ke season 2, saya kehilangan minat. Entah mengapa bagi saya season 1 dari Wayward Pines jauh lebih menarik. Terlintas sebuah kesan bahwa para produser terlalu memaksakan untuk melanjutkan serial tersebut karena menurut saya akan lebih epic apabila Wayward Pines berhenti pada season 1.

And the madness began. Saya beralih pada Stranger Things, tepatnya pada malam hari di tanggal 3 Agustus 2016. Episode pilot "The Vanishing of Will Byers" saya putar tanpa ekspektasi bahwa serial ini akan membuat saya terjaga di depan laptop selama 8 jam kedepan. Jujur, pada saat itu pikiran saya masih terpaku pada mindfuck plot dari Wayward Pines dan thought-provoking lines dari Mr. Robot.

Adegan demi adegan, aksi demi aksi, perlahan-lahan segala hal yang disajikan dalam Stranger Things membuat saya bukan hanya melupakan Wayward Pines dan Mr. Robot, namun juga melupakan segala hal disekitar saya. Sangat adiktif! Saya sama sekali tidak mengecek jam, saya tidak sadar bahwa semua anggota keluarga telah tertidur lelap, saya benar-benar 'tersedot' ke Hawkins, Indiana.

"Gila. Ini bener-bener gila." Pikir saya yang sebelumnya belum pernah tergila-gila secara ekstrim dengan suatu karya seni audio-visual apapun. Serial ini benar-benar dikemas secara '1980-an' dari mulai setting, plot, hingga desain. Font-nya pun membuat kita nostalgia dengan judul-judul novel Stephen King yang terbit sepanjang dekade tersebut. Secara keseluruhan, ini seperti The Goonies bertemu E.T. dengan plot thrilling ala Stephen King. Referensi budaya pop 1970-1980an pun bermunculan. Dan yang membuat saya terharu adalah lagu "Should I Stay? Or Should I Go?" dari The Clash yang menjadi soundtrack utama yang tematik dari Stranger Things. Bagi saya dan jutaan penonton lain di luar sana yang belum dilahirkan pada dekade tersebut, Stranger Things menjadi 'museum' yang sempurna untuk dinikmati.

Daya tarik dari masing-masing karakter pun sangat luar biasa. Terutama Jim Hopper si kepala kepolisian Hawkins yang berani membongkar isi perut pemerintah terkait dengan proyek rahasia yang menyebabkan hilangnya Will, dan juga Eleven yang minim dialog namun justru mendapat exposure lebih berkat perpaduan antara kepolosan dan kekuatan supernya. Di satu sisi ia adalah seorang gadis lemah yang tertindas, namun di sisi lain ia adalah heroine yang berkali-kali menyelamatkan nyawa teman-temannya.

Bukan hanya unsur misteri dan detektif yang sangat menarik, namun juga berbagai drama yang dihasilkan dari dinamika kehidupan ketiga kalangan; dewasa (Jim Hopper, Joyce Byers, Lonnie), remaja (Jonathan Byers, Nancy Wheeler, Steve Harrington, Barbara Holland, dan kawan-kawan), dan anak-anak (Eleven, Mike Wheeler, Dustin Henderson, dan Sinclair) sungguh menarik untuk diresapi. Mereka berhasil menyentuh para penonton secara emosional, dari mulai puppy love antara Eleven dan Mike yang menjadi fan favorite, serangkaian komedi yang dilontarkan oleh Dustin, hingga cinta segitiga antara Steve, Nancy, dan Jonathan.

Season perdana ini pun berhasil ditutup dengan baik. Para penonton cukup dibuat puas dengan pemecahan masalah, namun secara sengaja sedikit dibuat kecewa untuk menstimuli rasa penasaran mereka terhadap season selanjutnya dengan meninggalkan berbagai pertanyaan.

Delapan jam bukanlah waktu yang sebentar untuk menyaksikan sebuah film/serial TV. Namun Stranger Things membuat delapan jam tersebut terasa sangat cepat berlalu. Pukul 8 malam hingga pukul 4 pagi saya habiskan tanpa jeda untuk produk brilian Netflix ini. Dan sama sekali tidak ada kata "bosan" yang terlintas dalam benak saya terkait dengan Stranger Things. Percayalah, ini adalah satu-satunya serial TV yang satu season penuh saya tonton hingga berulang-ulang. Totally worth it!

Namun seperti yang saya bicarakan di atas, kekecewaan tersebut seakan selalu menghantui saya. Sampai-sampai pada suatu malam saya bermimpi menonton season 2 dari Stranger Things dengan plot yang ngaco, sengaco-ngaconya. Saya yakin terdapat jutaan individu di luar sana yang tidak sabar dan berharap bahwa season 2 akan dirilis secepatnya. Saya pribadi merasa ingin hibernasi di dalam sebuah time capsule dan bangun tepat di tanggal perilisan season 2 dari Stranger Things.

Netflix and The Duffer Brothers, millions of people are counting on you!

No comments:

Post a Comment