Replace November 2014

Tuesday, November 11, 2014

Lewat Knurd Records, Pee Wee Gaskins Akan Merilis "A Youth Not Wasted"


A Youth Not Wasted, album terbaru dari kuintet pop-punk ibukota Pee Wee Gaskins akan dirilis tahun ini (walaupun belum ada konfirmasi mengenai tanggal resminya) melalui Knurd Records, label rekaman yang didirikan oleh mereka sendiri. Band yang terdiri dari Dochi (bass), Sansan (vokal/gitar), Ayi (gitar), Aldi (drum), dan Omo (kibor) itu sebelumnya juga pernah merilis album via Knurd Records, yaitu album debut mereka "Stories From Our Highschool Years" yang dirilis pada 2008 lalu.

Album kedua mereka "Ad Astra Per Aspera", dirilis oleh Alfa Records, sebuah label major yang juga merilis album dari band-band seperti Netral, Lyla, dan lain-lain. Namun ketika masa kontraknya habis, mereka memutuskan untuk tidak memperpanjangnya. Ketika ditanya apakah disebabkan oleh label major seperti Alfa Records yang menghambat kreasi mereka, Dochi pun angkat bicara ketika saya wawancarai beberapa waktu lalu.
"Ya pada dasarnya label major punya target revenue, jadi segalanya mesti dipikirin business-wise. Dan bukan hal buruk juga, karena selama kami bernaung di Alfa Records, kami belajar banyak tentang bisnis musik. Dari segi finansial, strategi, sampai manajerial."
Nama-nama seperti New Found Glory, No Use For A Name, Blink 182, Hellogoodbye, The Get Up Kids, Phoenix, hingga Incubus dan bahkan Metallica pun menjadi daftar band-band yang meng-influence album A Youth Not Wasted mendatang. Saya yakin dorks (julukan untuk penggemar Pee Wee Gaskins) tak akan sabar menunggunya.


Baca juga
Pee Wee Gaskins dan Scott 'Rufio' Tunda Kerjasama untuk "A Youth Not Wasted"
Pee Wee Gaskins 'Lebih Dewasa' di "A Youth Not Wasted"
Dochi Sadega Tebar Kedamaian Lewat "Zero Hate"

Pee Wee Gaskins dan Scott 'Rufio' Tunda Kerjasama untuk "A Youth Not Wasted"


Scott Sellers, vokalis sekaligus gitaris dari Rufio sempat dikabarkan akan memproduseri album terbaru yang sedang digarap oleh unit pop-punk asal Jakarta, Pee Wee Gaskins. Ketika saya wawancarai, Dochi Sadega basis dari Pee Wee Gaskins berkata bahwa kerjasama di antara mereka tertunda karena persiapan yang belum matang.
"Sepertinya untuk rencana ini mesti kami postpone, karena persiapan masih kurang matang. Beberapa bulan kebelakang fokus kami masih terpecah, belum bisa 100% di band."
Album bertajuk "A Youth Not Wasted" yang akan segera dirilis itu pun akhirnya tidak memuat nama Scott Sellers sebagai produsernya. Namun kemungkinan Dochi cs akan mengajak Scott di lain waktu.
"Next album? Masih belum final untuk album ini. Mungkin mixing dan mastering akan dikerjakan oleh Scott. Itupun kalo Ayi, Sansan, Aldy, dan Omo satu suara sama gue. hehe." Ujar Dochi yang memfavoritkan album "Perhaps", "I Suppose" dan "MCMLXXXV" dari Rufio itu.
Relasi antara Pee Wee Gaskins dengan band punk rock legendaris asal California, Amerika Serikat tersebut dimulai ketika Dochi didaulat sebagai 'official party boy' ketika Rufio manggung di Bali. Sejak itu mereka tidak putus korespondensi dan hingga kini hubungannya pun baik. Kemudian ketika Dochi memperdengarkan salah satu lagunya yang berjudul "My Sassy Girl" untuk album A Youth Not Wasted, Scott pun seketika tertarik.

Walaupun belum ada konfirmasi mengenai tanggal resminya, Pee Wee Gaskins akan mengusahakan A Youth Not Wasted agar dapat dirilis tahun ini.




Baca juga
Pee Wee Gaskins 'Lebih Dewasa' di "A Youth Not Wasted"
Dochi Sadega Tebar Kedamaian Lewat "Zero Hate"

Pee Wee Gaskins 'Lebih Dewasa' di "A Youth Not Wasted"


"A Youth Not Wasted" adalah judul dari album terbaru Pee Wee Gaskins yang akan segera dirilis pada tahun ini. Memang belum ada konfirmasi mengenai tanggal pastinya dari pihak kuintet pop-punk asal Ibukota itu. Namun yang jelas, band bentukan tahun 2007 yang digawangi oleh Dochi (bass), Sansan (vokal/gitar), Ayi (gitar), Aldy (drum), dan Omo (kibor) tersebut akan mencoba 'lebih dewasa' pada album A Youth Not Wasted mendatang.
" A Youth Not Wasted bercerita tentang bagaimana kami melewati dan menikmati masa muda ini. Dengan segala kebebasan, tapi tidak luput dari tanggung jawab." Kata Dochi ketika saya wawancarai beberapa waktu lalu.
Tujuh tahun bukanlah waktu yang sebentar bagi band yang sering disingkat dengan PWG itu untuk bisa mencapai kesuksesan dan mempertahankan eksistensi. Maka hampir setiap hari mereka bersama-sama melewati hari-hari penuh perjuangan, duka cita, dan kegilaan-kegilaan khas anak muda yang mereka lakukan selama menjalankan Pee Wee Gaskins. Namun seperti yang dikatakan oleh Dochi, walau begitu, mereka tetap bertanggung jawab.
"Tanggung jawab seperti apa? ya seperti Sansan yang sekarang udah jadi bapak, Ayi yang sudah menikah dan sebentar lagi nyusul punya anak, dan gue yang bentar lagi juga melepas masa lajang. Tapi bisa dibilang, kami tidak kehilangan semua kegilaan [walaupun] bertumbuh dewasa." Ujar pemilik akun Twitter @katadochi itu yang telah bertunangan dengan sang kekasih pada September lalu dan akan segera menikah bulan ini.
Dari segi musik, menurut Dochi, A Youth Not Wasted akan sedikit berbeda dengan album-album sebelumnya. Namun dari segi lirik, masih berkutat soal cinta.
"[Aransemen musiknya] Lebih variatif sih. Ada yang ngebut, ada yang akustik. Perluasan dari yang udah pernah kami kerjakan. [Liriknya] Sepertinya masih banyak melampiaskan menulis tentang cinta. Baik cinta yang berakhir baik, maupun yang tidak."
Konsep artwork untuk A Youth Not Wasted sampai saat ini belum direncanakan, namun sepertinya merupakan kelanjutan dari EP self-titled yang telah dirilis pada 9 Agustus lalu. Artwork Pee Wee Gaskins selalu identik dengan gambar-gambar kartun, kecuali pada EP "The Transit" yang merupakan foto pesawat berlatar belakang airport.

Dochi pun menyebutkan beberapa seniman yang berada di balik artwork-artwork Pee Wee Gaskins dan Sunday Sunday Co., perusahaan clothing line miliknya.
"[Album] Stories From Our Highschool Years dan Ad Astra Per Aspera yang ngerjain Rico Julian. Dia designer untuk Sunday Sunday Co. juga. Untuk EP 2014 [self-titled] yang bikin Mufti Priyanka, dia juga sempat kolaborasi untuk Sunday Sunday Co."

Baca Juga
Dochi Sadega Tebar Kedamaian Lewat "Zero Hate"

Sunday, November 9, 2014

Tips Jurnalistik dari Danie Satrio, Editor In Chief Hai Magazine


Bagi Anda yang tertarik dengan dunia jurnalistik, ada kabar bagus. Pasalnya ada tips dari Editor In Chief majalah Hai, Danie Satrio.
"Gue selalu bilang sama anak-anak [tim editorial Hai], kalo lo jadi wartawan, lo harus norak. Dalam artian, lo harus selalu bertanya 'kenapa sih begini? kenapa sih begitu?'. Kalo orang norak kan nanya mulu, atau kepo lah istilahnya."
Beliau pun menambahkan bahwa jika kita 'kepo' pun tetap tidak boleh asal bertanya.
"Lo harus punya preferensi karena yang namanya wartawan kan harus tau banyak. Nanti dari situ lo akan bisa dapet 'note for news'. Jadi sebelum peristiwa terjadi, lo udah tau bahwa itu akan jadi berita."
 Dari segi finansial, beliau juga menjelaskan bagaimana prospeknya.
"Lo jangan melihat jurnalis itu sebagai pekerjaan yang menjanjikan, tapi menghidupkan. Hidup. Nyatanya gue hidup kan? Tapi gimana orang menjalankan hidup itu kan beda-beda ya. Ada yang memang pengen jadi orang kaya. Yang jelas gue gak akan bilang bahwa jurnalis itu bisa jadi kaya. Nggak. Nggak bisa dihitung pake duit. Tapi secara pengalaman hidup, lo punya chance yang lebih besar untuk bisa jadi lebih 'kaya' daripada orang lain karena lo bisa ketemu banyak orang dan berada di dalam berbagai macam situasi. Lo bisa belajar apapun. Seperti kata founder-nya Kompas, Jakob Oetama 'Menjadi jurnalis adalah panggilan'. Kalo lo nggak terpanggil untuk jadi seorang wartawan ya akan susah 'keep up' dengan kehidupan sebagai jurnalis."
Beliau sendiri bergabung dengan Hai sebagai reporter musik pada tahun 1999 dan sejak 2008 dipercaya untuk menjabat sebagai Editor In Chief.

Baca juga
Bagaimana Danie Satrio Bergabung Dengan Hai Hingga Menjabat Editor In Chief? Ini Kisahnya
Konsep Regenerasi di Hai Day 2014 Menurut Danie Satrio

Konsep Regenerasi di Hai Day 2014 Menurut Danie Satrio


Sebagai majalah remaja yang sukses bertahan selama 37 tahun terakhir, rasanya tak 'afdol' jika majalah Hai tidak menggelar suatu perhelatan akbar. Sebagai pembuktian atas sumbu eksistensinya yang belum padam, sejak 2012 lalu, Hai menggelar "Hai Day" sebuah event tahunan yang diselenggarakan selama dua hari yang merupakan sebuah ajang 'pesta' remaja yang berisi berbagai macam hiburan dari mulai konser musik, kesenian, teater, olahraga, entrepreneur, hingga kompetisi antar sekolah.

Kemarin (8/11) merupakan hari pertama dari Hai Day 2014 yang diadakan di Parkir Timur Senayan dan pada tahun ketiga ini, Hai mengusung konsep "Regeneration" yang berbeda dengan dua tahun sebelumnya. Ketika saya temui di hari pertama Hai Day 2014 kemarin, Danie Satrio selaku Editor In Chief majalah Hai sekaligus konseptor Hai Day dari tahun ke tahun, menjelaskan tentang konsep regenerasi tersebut.
"Gue melihat apa yang dibutuhkan oleh remaja, campaign apa yang bisa kita tawarkan ke audiens. Hai Day udah memasuki tahun ketiga dan ada beberapa lineup yang sampai tahun ketiga ini hadir terus. Makanya sekarang waktunya 'pass on' ke generasi berikutnya, walaupun mereka [line up] dihadirkan lagi, kita juga menghadirkan banyak yang baru-baru. Kayak hari ini nih [Sabtu], kan banyak yang baru-baru; Billfold, Kunto Aji, Neurotic, dan lain sebagainya. Kalo besok [Minggu] kan 'senior' semua tuh dari mulai Shaggy Dog, Endank Soekamti, Sheila On 7 kan emang udah lama. Itu salah satu caranya. Untuk hari ini kita coba menghadirkan lebih banyak yang baru-baru."
Selain itu, yang membedakan Hai Day Regeneration 2014 dengan Hai Day Celebrating Youth 2012 & 2013 adalah dengan tampilnya beberapa musisi dari Jepang seperti Dorothy Little Happy, Taro & Jiro, Amiaya, Cyntia, Eir Aoi, dan I Don't Like Monday.
"Di area Art ada kompetisi yang membedakan dengan aksi kreativitas tahun lalu. Kalau tahun lalu, kami menyediakan papan putih dan bisa menggambar grafitti di sana, tahun ini kami menyediakan secarik kain panjang dimana kalian bisa menggambar doodle art."  Ujar beliau ketika diwawancara dengan Kompas.com
Harga tiket untuk Hai Day tahun ini pun naik. Jika pada dua tahun sebelumnya seharga Rp. 15.000,-, untuk Hai Day Regeneration 2014 seharga Rp. 25.000,-. Namun harga yang ditawarkan benar-benar sebanding dengan keseruan yang didapatkan disana.

Baca juga
Bagaimana Danie Satrio Bergabung Dengan Hai Hingga Menjabat Editor In Chief? Ini Kisahnya

Bagaimana Danie Satrio Bergabung Dengan Hai Hingga Menjabat Editor In Chief? Ini Kisahnya


Saya yakin ketika kita membicarakan soal majalah-majalah remaja di Indonesia, nama yang pertama kali muncul di pikiran kita adalah "Hai". Majalah mingguan yang kerap membahas tuntas tentang musik dan lifestyle tersebut berhasil menjadi sebuah 'bacaan warisan' para remaja dari generasi ke generasi selama 37 tahun terakhir.

Ketika kita membeli majalah Hai dan membacanya, pada halaman awal kita akan menemui rubrik Letter From Editor, sebuah pengantar mengenai tema tertentu yang sedang dibahas, yang ditulis oleh sang Editor In Chief, Danie Satrio.
Beliaulah sang mastermind yang mengatur taktik dan strategi untuk majalah Hai sehingga dapat dicintai para remaja seperti saat ini. Beliau menjuluki dirinya sebagai The Caretaker of Hai Magazine yang mengurusi majalah Hai beserta semua produk turunannya. Ketika saya temui di Hai Day Regeneration pada Sabtu (8/11), beliau bercerita bagaimana ia bisa bergabung dengan Hai.
"Ketika gue masih kuliah, gue siaran di MS Tri FM dan nemenin temen gue nge-host buat talkshow sama pemimpin redaksi Hai waktu itu, Iwan Iskandar. Kemudian pada tahun 1999 saat Hai lagi butuh reporter musik, gue daftar dan Alhamdulillah keterima."
Passion-lah yang membuat alumni FISIP Universitas Indonesia itu bertahan di Hai sejak 15 tahun silam hingga menjabat sebagai Editor In Chief.
"Gue masuk Hai kan karena ditawarin jadi reporter musik, dan dari dulu emang gue suka banget musik. Gue suka baca tentang musik, dengerin musik, dan gue juga main musik." Ujar beliau yang pernah tergabung sebagai drummer di berbagai band, lalu melanjutkan; "Salah satu cita-cita gue waktu SMP dulu adalah jadi wartawan musik dan kalo bisa di Hai karena jaman dulu kan anak muda itu Hai banget."
Sebagai perwakilan generasi remaja silam, beliau pun menjelaskan bagaimana majalah yang pertama kali terbit pada tanggal 5 Januari 1977 tersebut bisa digemari remaja ketika itu.
"Ya abis jaman dulu gak ada majalah lain selain Hai yang konsisten ngomong soal 'A, B, C, D'-nya musik. Dan selain itu juga cuma Hai yang membahas pop culture. Apalagi ketika itu internet belum seperti sekarang."
Majalah yang tergabung dalam grup Kompas Gramedia itu sukses menjadi bacaan para remaja yang ketika itu masih remaja, hingga kini mereka memiliki anak remaja yang bacaannya majalah Hai pula.

Hai juga menjadi wadah penampung kreatifitas yang siap mengekspos siapapun yang memiliki karya yang dapat menginspirasi para remaja. Maka bukanlah hal yang mengherankan jika para remaja dari generasi ke generasi berlomba-lomba untuk berkarya hanya untuk dapat 'nongol' di majalah Hai dan mereka akan sangat bangga jika berhasil.

Sebagai salah satu remaja dari generasi kini, saya pun merasa bahwa Hai benar-benar berhasil 'memanjakan' kami dengan memahami betul apa saja hal-hal yang kami suka dan sukses menyajikannya dengan sangat menarik.

Saya yakin banyak di antara kita yang rela merogoh kocek Rp. 15.000,- setiap minggu untuk membeli majalah Hai karena dari situlah kita dapat menjadi 'keren' tanpa harus bergaul kesana-kemari. Hanya dengan menghabiskan waktu berjam-jam di kamar untuk membaca majalah Hai, kita mendapatkan banyak informasi mengenai apa saja hal-hal yang sedang happening dari seluruh dunia, meliputi seluruh bidang pop culture dari mulai musik, film, buku, fashion, olahraga, hingga otomotif.

Melalui Hai pula seseorang bisa eksis dan mendapat predikat from nothing to something. Hingga saat ini sudah tak terhitung jumlah para musisi, seniman, artis, dan bahkan pengusaha yang 'berutang budi' kepada Hai yang mendongkrak popularitas mereka melalui peliputan dan penyajiaannya yang menarik.

Semoga Hai akan selalu menjadi 'sahabat' yang setia menemani, mendidik, menginspirasi serta memajukan generasi remaja di Indonesia hingga kapan pun.

Wednesday, November 5, 2014

Slipknot Mem-'Bully' Drummer Barunya


Selain tidak mau membicarakan perihal dipecatnya Joey Jordison pada Desember 2013 lalu, hingga saat ini Slipknot juga enggan memberitahu identitas dua personil barunya. Namun sayangnya di video klip The Devil In I,  band bentukan September 1995 tersebut 'lalai' dengan tidak menutupi tato pada tangan sang basis sehingga dapat dikenali bahwa dia adalah Alessandro Venturella yang sebelumnya merupakan gitaris dari Krokodil sekaligus teknisi gitar untuk Mastodon.

Walau berhasil merahasiakan identitas sang drummer baru, namun tetap saja, - jauh sebelum album .5 The Gray Chapter dirilis - informasi mengenai siapa sosok yang menggantikan Joey Jordison 'bocor' ke publik. Dia adalah Jay Weinberg, seorang drummer berusia 24 tahun yang pernah tergabung di berbagai band cadas seperti Madball, Against Me!, The Reveling, dan lain sebagainya. Ayahnya, Max Weinberg, juga merupakan seorang drummer dari E Street Band yang dimotori oleh Bruce Springsteen.

Ketika Corey Taylor,  frontman dari Slipknot, diwawancara oleh Jamey Jasta (vokalis Hatebreed) dalam acaranya The Jasta Show, dia ditanyakan apakah Slipknot mem-'bully' drummer barunya.

   "Kami 'menendang pantatnya' dan dia menyukai itu. Ah, dude, dia begitu menjiwainya karena dia adalah penggemar [Slipknot], Anda tahu?! Ada bagian dari dirinya yang masih belum percaya bahwa ini benar-benar terjadi [bergabung dengan Slipknot], namun dia sangat bersemangat. Ini benar-benar keren."

'Menendang pantat' yang dimaksud Corey adalah bahwa Slipknot mem-'push' kemampuan drummer barunya. Walaupun hingga saat ini Slipknot belum secara resmi mengungkap identitas dua personil baru tersebut, namun dari jawabannya di atas, dapat disimpulkan bahwa Jay Weinberg adalah orang yang paling relevan untuk menggantikan Jordison pada drum. Mengingat, sejak berusia 9 tahun, bersama ayahnya, Weinberg sudah menyaksikan penampilan Slipknot secara langsung di Ozzfest 1999.

Sebelum perilisan video klip The Devil In I, terdapat beberapa orang yang berasumsi bahwa Chris Adler dari Lamb Of God lah yang menjadi drummer baru Slipknot. Namun hal tersebut dibantah langsung oleh Adler pada sebuah wawancara.




Baca juga

Slipknot Bungkam Atas Hengkangnya Joey Jordison, Ini Alasannya


Sudah hampir setahun Slipknot resmi berpisah dengan Joey Jordison dan masih, tidak banyak yang diketahui mengenai alasan perpisahan tersebut. Sesaat setelah Slipknot mengumumkan secara resmi atas perpisahannya dengan Jordison pada Desember 2013 lalu, Jordison dengan segera menegaskan melalui akun Facebook-nya bahwa ia tidak mengundurkan diri dari Slipknot. Hal tersebut menimbulkan asumsi bahwa Joey Jordison telah dipecat dari band yang didirikannya sejak 1995 itu.

Sejak awal, Corey Taylor sang vokalis mengatakan bahwa dia tidak ingin membahas perkara tersebut karena legalitas tertentu, dan tetap bungkam hingga kini.

Minggu lalu, ketika diwawancara oleh Jamey Jasta (vokalis Hatebreed) dalam acaranya The Jasta Show, Corey mengatakan bahwa ada beberapa alasan yang mencegahnya untuk berbicara perihal dipecatnya Jordison.

     "Ada legalitas [yang terlibat yang mencegah saya berbicara tentang hal itu], tetapi pada saat yang sama - dan orang-orang perlu menyadari hal ini -. Saya menghormati Joey dan saya tidak akan membicarakan kehidupannya, karena itu bukan urusan saya, dan orang-orang perlu mengetahui bahwa Jika Joey ingin berbicara tentang situasi ini, dia bisa melakukannya. Terkadang ketika Anda melakukan sebuah perjalanan bersama seseorang, Anda akan mencapai suatu jalan berbentuk "T" dan ketika itu Anda tidak memiliki pilihan lain selain harus berpisah dengan orang yang berjalan bersama Anda. Sederhana. Kami hanya tidak mampu bekerjasama lagi. Dan itu saja."
Lalu Corey melanjutkan:
     "Saya tidak akan duduk di sini dan membicarakan [menjelek-jelekkan] orang yang telah bersama selama 15 tahun membangun sesuatu yang menakjubkan. Saya tidak akan melakukan itu dan para fans perlu memahami - saya yakin sebagian besar dari mereka memahami - bahwa selalu akan ada orang-orang yang ingin mengetahui perihal tersebut [dipecatnya Jordison] untuk dijadikan bahan pembicaraan omong kosong."
Jasta juga menanyakan apakah Slipknot 'merindukan' kehadiran Jordison selama proses penggarapan album baru .5: The Gray Chapter.
     "Itu pertanyaan yang bagus. Aku tidak pernah kepikiran tentang hal itu sampai Anda menanyakannya. Sebab pada saat itu, kami [Slipknot] hanya berusaha untuk menjalaninya. Anda pasti bertanya-tanya akan terdengar seperti apa album baru ini. Semua orang merespons dengan positif, sehingga Anda tidak akan mengabaikan dan selalu membahasnya. Memang ada masa-masa dimana kami merindukan kemampuannya [bermain drum]. Tapi saya, Clown [Shawn Crahan] dan Jim [Root] justru lebih merindukan Paul [almarhum basis Slipknot] beserta hal-hal yang telah diberikannya dan semuanya [personil Slipknot] merasakan hal itu dan kami harus berupaya kekosongan tersebut. 
     "Aku dan Jim lah yang pertama menyadari bahwa kami belajar banyak hal selama bekerja dengan Paul sehingga kami mampu menggunakan kebiasaan-kebiasaannya dalam melakukan sesuatu dan menerapkannya pada apa yang kami lakukan sekarang. Dan begitu pula dengan Joey yang telah menjadi seorang 'jenderal' di studio karena ia memiliki ide besar untuk itu dan memahami bagaimana melakukan hal-hal tertentu dengan tepat, dan hal-hal potensial lainnya seperti ear candy, intro, dan lain sebagainya. Jadi kami semacam harus mengisi kekosongan-kekosongan tersebut. "
Kini Slipknot sedang merayakan keberhasilannya atas .5: The Gray Chapter yang mencapai peringkat #1 di chart Billboard 200 minggu lalu. Selain itu mereka juga sedang melaksanakan tur bersama Korn dan King 810.

Tuesday, November 4, 2014

Hans Zimmer Ajak Junkie XL Bekerjasama Menggarap "Batman v Superman"


Sebagai komposer musik ilustrasi film yang karyanya tak dapat diragukan lagi, Hanz Zimmer kembali digandeng sutradara Zack Snyder untuk film yang sedang digarapnya, Batman v Superman: Dawn of Justice yang akan dirilis Mei 2016 mendatang.

Kali ini, pria berusia 57 tahun asal Jerman itu akan mengajak Junkie XL yang merupakan rekan sesama profesinya untuk bekerjasama dalam menggarap musik ilustrasi Batman v Superman tersebut. Pada sebuah wawancara dengan Comic Book Resources, Zimmer berkata bahwa kerjasama dengan Junkie XL dilakukan untuk menciptakan karakter tersendiri bagi Batman v Superman dan untuk membedakannya dengan film trilogi Batman garapan sutradara Christopher Nolan (Batman Begins, The Dark Knight, The Dark Night Rises) yang juga melibatkan Zimmer sebagai komposer musik ilustrasinya  
"Aku tidak ingin mengkhianati apa yang Chris [Nolan], James Newton Howard dan aku lakukan. Jadi aku bertanya Zack [Snyder] apakah memungkinkan jika aku mengajak Junkie XL untuk bekerjasama. Dia benar-benar teman yang baik. Dia baru saja selesai menyelesaikan Mad Max. Zack menyukai gagasan itu. Ini merupakan sebuah jalan keluar."
Sebelumnya, Hans Zimmer juga pernah digandeng Zack Snyder dalam film Man of Steel yang dirilis pada 2013 lalu. Selain itu, karya-karya Zimmer juga terdapat di berbagai film Hollywood seperti The Lion King (1994), The Last Samurai (2003), The Da Vinci Code (2006), Sherlock Holmes (2009), Inception (2011), dan lain sebagainya yang membuatnya memenangkan banyak penghargaan.

Monday, November 3, 2014

BMTH Semakin Pop dengan "Drown"?


Terbentuk sebagai band beraliran deathcore pada 2004, Bring Me The Horizon atau yang sering disingkat dengan BMTH, nampaknya semakin melenceng dari genre awalnya tersebut. Pasalnya, band asal Inggris itu semakin mengurangi kadar 'keganasannya' dimulai dari album There Is a Hell, Believe Me I've Seen It. There Is a Heaven, Let's Keep It a Secret (2010) dimana BMTH mulai memasukkan unsur musik pop pada lagu-lagunya dengan memperbanyak penggunaan teknik vokal clean, tempo yang lebih lambat, riff dan chord yang lebih melodius, dan mulai menulis lirik tentang cinta. Juga pada album Sempiternal (2013) yang terdengar jauh lebih pop, ditambah dengan bergabungnya Jordan Fish pada kibor yang memberikan suasana electronica dan membuat BMTH semakin jauh dari deathcore.

Namun pada dua album tersebut, BMTH kelihatannya masih ragu-ragu untuk melepaskan diri sepenuhnya dari deathcore karena pada beberapa lagu masih terdapat breakdown dan vokal scream walaupun frekuensinya berkurang drastis, tidak seperti dua album pertama mereka, Count Your Blessings (2006) dan Suicide Season (2008) yang kental dengan nuansa deathcore-nya mulai dari tempo 'ngebut', blast beat pada drum, growl dan high-pitched screaming pada vokal, dan lain sebagainya. Unsur-unsur tersebut mulai dihilangkan sejak rilisnya album There Is a Hell, Believe Me I've Seen It. There Is a Heaven, Let's Keep It a Secret, terutama blast beast pada drum yang tidak pernah terdengar lagi.

"Pada album berikutnya apakah BMTH akan menjadi band pop yang sesungguhnya?" adalah sebuah pertanyaan yang kerap muncul seiring dirilisnya album-album BMTH yang semakin dini semakin bersahabat dengan pop. Seolah ingin menjawab pertanyaan tersebut, BMTH merilis video klip dari single terbarunya yang berjudul "Drown" pada 21 Oktober lalu. Band yang dimotori oleh Oliver Sykes itu akan merilis lagu tersebut secara penuh pada 9 Desember mendatang. 

Di dalam video klipnya, lagu tersebut sedikit terpotong karena tuntutan skenario, namun kita dapat mendengar Drown secara jelas dan dari situ muncul hipotesis bahwa BMTH telah 'bermutasi' menjadi band pop sesungguhnya. Drown sama sekali tidak mengandung unsur deathcore, melainkan hanya sebuah lagu pop-rock dengan sentuhan post-hardcore yang samar-samar terdengar dari beat drum pada awal lagu dan distorsi gitar. Oliver Sykes sang vokalis pun sama sekali tidak menggunakan teknik vokal scream-nya, melainkan sepanjang lagu hanya bernyanyi layaknya vokalis band pop-rock pada umumnya.

Hal tersebut mengecewakan bagi para penggemar BMTH yang 'ortodoks' karena dilihat dari komentar-komentar mereka di sosial media, mereka berharap bahwa BMTH akan kembali menjadi band cadas seperti pada saat lima tahun pertama mereka terbentuk. Namun yang mereka terima adalah Drown yang sangat jauh dari ekspektasi mereka, namun ternyata juga mendapatkan banyak respons positif karena easy listening, melodius, dan pada lagu ini terdengar vokal clean Oliver Sykes yang semakin merdu.

Sampai artikel ini ditulis, belum ada konfirmasi bahwa BMTH akan merilis album baru. Namun nampaknya Drown merupakan sosialisasi atas sebagian 'wajah' baru BMTH yang mungkin saja akan disibak sepenuhnya di album baru mereka. Atau mungkin juga Drown hanyalah sebuah lagu ballad dari album BMTH selanjutnya yang kembali kepada akar deathcore-nya yang cadas? We'll see..

Slipknot Serba Baru di Knotfest 2014!


24 - 26 Oktober 2014 merupakan tiga hari bersejarah bagi para penggemar Slipknot atau yang biasa disebut dengan maggot. Pasalnya, setelah merilis album kelima berjudul .5: The Gray Chapter pada 21 Oktober lalu, Slipknot kembali tampil di depan para maggot di Knotfest 2014, sebuah festival yang diselenggarakan oleh Slipknot sendiri, yang juga diramaikan oleh 46 band metal kaliber besar seperti Anthrax, Danzig, Five Finger Death Punch, Hatebreed, Black Label Society, Carcass, dsb. Sesuai dengan temanya, "A Happening That Will Awaken Your Darkest Senses", Knotfest 2014 bukan hanya menampilkan band-band cadas, namun juga disana terdapat Slipknot Museum (yang berisi kumpulan topeng, kostum, dan alat musik yang pernah digunakan oleh Slipknot selama 19 tahun terakhir), Camping Area, atraksi-atraksi maut, wahana-wahana ekstrim, dsb. Knotfest 2014 disiarkan secara livestreaming ke seluruh dunia melalui situs web resmi slipknot1.com.

Pasca kematian Paul Gray, Slipknot sempat beberapa kali tampil di berbagai festival dengan hanya delapan orang personil di atas panggung dan posisi Gray digantikan sementara oleh mantan gitaris mereka, Donnie Steele, yang harus tampil dibelakang panggung untuk menghormati mendiang sang basis. Namun di Knotfest 2014, untuk pertama kalinya unit metal asal Des Moines, Iowa tersebut tampil dengan formasi barunya sekaligus pertama kali pula tampil tanpa Joey Jordison yang dipecat dari Slipknot pada akhir 2013 lalu. Dua orang personil pengganti Gray dan Jordison adalah Alessandro Venturella (bass) dan Jay Weinberg (drum) menunjukkan kemampuan bermusiknya secara langsung dihadapan publik sebagai personil Slipknot yang selama ini hanya muncul sepintas di video klip lagu The Devil In I. Bukan hanya formasi baru, namun juga topeng dan kostum baru milik band bentukan tahun 1995 itu pun ditampilkan di Knotfest 2014 dengan beberapa lagu baru dari album .5: The Gray Chapter.

515 yang merupakan track pertama pada album Iowa, menjadi intro pembuka untuk penampilan Slipknot di Knotfest pada hari pertama (25 Oktober), lalu para penonton diterjang dengan lagu People = Shit dengan teriakan menyeramkan dari pasukan gang vocals yaitu Clown (Shawn Crahan), Chris Fehn, dan dipimpin oleh Corey Taylor sang vokalis. Dengan blast beat Jay Weinberg pada drum yang meyulut adrenalin dan riff gitar Mick Thomson yang dibumbui dengan headbang Jim Root membuat People = Shit menjadi lagu yang sangat cocok sebagai aksi kemunculan Slipknot kembali dengan topeng, kostum, dan formasi baru. Topeng-topeng baru mereka tetap menyeramkan,namun tidak mengalami banyak perubahan kecuali milik Corey Taylor dan Sid Wilson yang perubahannya signifikan. Namun sangat disayangkan kostum baru mereka sangat formal, yaitu kostum serba hitam yang terdiri dari kemeja lengan panjang yang dimasukkan ke dalam celana kargo panjang dan rompi yang memberikan kesan kegagahan militeristik, jauh dari image liar dan psychotic yang dimiliki Slipknot sejak awal terbentuknya.  Dilanjutkan dengan Eeyore dan Disasterpiece yang membuat para penonton bernostalgia dengan era Slipknot pada album Iowa yang setlist manggungnya serupa dengan tiga lagu awal pada Knotfest 2014.

Seakan memahami keinginan para penonton yang tidak sabar ingin melihat mereka membawakan lagu barunya secara langsung dan perdana, mereka melanjutkannya dengan The Negative One yang disambut para penonton dengan antusias dan histeris. Lagu yang dirilis pada Agustus lalu, dibawakan dengan enerjik oleh mereka, terutama sang drummer Jay Weinberg yang terlihat sangat total dan menjiwai ketika memainkan The Negative One yang merupakan lagu pertama Slipknot yang dirilis tanpa kontribusi Gray dan Jordison. Pada lagu itu Weinberg dapat mengekspresikan karakter permainan drumnya sendiri tanpa harus terbawa image seorang Joey Jordison yang telah mengabdi pada Slipknot selama 18 tahun. Walaupun secara teknis Jordison lebih unggul, namun secara gestur Weinberg lebih terlihat luwes ketika memukul drum, tidak seperti Jordison yang tekesan kaku meskipun disertai headbang-nya yang 'gila-gilaan'. Weinberg terlihat jauh lebih menarik secara visual ketika tampil, dibandingkan Alessandro Venturella sang basis baru yang pasif dan jarang di-shoot oleh kamera.

Sulfur, Eyeless, Wait and Bleed, Dead Memories, dan Before I Forget dimainkan dengan tajam dan memukau oleh mereka setelah The Negative One, dan dilanjutkan dengan Three Nil yang kembali dimainkan secara langsung sejak 2008 lalu. Suasana emosional terlihat saat kalimat "Today I Say Goodbye!" yang diteriakan Corey Taylor bersama para penonton pada reffrain Three Nil yang seakan menjadi ucapan selamat tinggal yang ditujukan untuk almarhum Paul Gray. Selanjutnya, Frail Limb Nursery dan Purity dimainkan untuk meredam emosi para penonton yang telah 'babak belur' menikmati terjangan Slipknot dari moshpit. Setelah itu, Slipknot kembali menyulut adrenalin para penonton dengan menggeber lagu Custer dari album barunya dan nampaknya berhasil membuat para penonton tersebut menggila seketika. Lagu yang sangat agresif dengan tempo 'ngebut' itu terdengar sangat intens dan menjadi suatu pembuktian atas eksistensi Slipknot sebagai sebuah band metal kelas dunia yang berumur hampir dua dekade, dengan para personilnya yang rata-rata berusia empat puluh tahunan, namun tetap menciptakan dan memainkan musik yang berbahaya layaknya pada awal karir Slipknot ketika mereka masih berusia dua puluh tahunan.

Tiga lagu terakhir pada malam itu adalah Duality, Spit It Out, dan seperti biasanya ditutup oleh "The National Fucking Anthem", Surfacing. Setelah menggempur dunia dengan total 17 buah lagu, Corey Taylor berterimakasih kepada para penonton dan maggots di seluruh dunia yang menyaksikan secara livestreaming dan menutup malam itu dengan mengucapkan "See you tomorrow fucking night!" karena Slipknot akan kembali 'berpesta' pada malam berikutnya.

Malam kedua penampilan Slipknot di Knotfest 2014 dimulai dengan intro lagu XIX dan disambut dengan hingar-bingar lagu Sarcastrophe yang keduanya merupakan dua track awal dari album .5: The Gray Chapter. Lewat lagu Sarcastrophe, Slipknot berhasil membangkitkan gairah para penonton, terutama ketika kalimat "We. Are. Kill. Gods" diteriakkan Corey Taylor bersama dengan pasukan gang vocals pada bagian reffrain. Setelah itu Slipknot mengajak para penonton untuk kembali ke era album Iowa dengan memainkan lagu The Heretic Anthem dan My Plague yang dimainkan kembali sejak terakhir kalinya pada 2002. Lalu setelah melakukan chit-chat dengan para penonton, Corey Taylor berkata "Step inside, my friends. And see The Devil In I" lalu disambut dengan antusiasme para penonton ketika The Devil In I, single dari album baru mereka, dimainkan secara live untuk pertama kalinya dan berhasil membuat para penonton meliar sekaligus terbius untuk melakukan sing along pada bagian reffrain-nya yang melodius.

Psychosocial, Liberate, Opium of The People, Left Behind dan Vermillion menjadi rentetan lagu-lagu yang dimainkan setelah The Devil In I. Lagu-lagu tersebut membuat para penonton bernostalgia sekaligus mengenang era Slipknot ketika masih ada Paul Gray dan Joey Jordison. Lalu para penonton diajak move on sejenak dengan dimainkannya kembali salah satu lagu dari .5: The Gray Chapter yang berjudul Custer, sebuah lagu yang sangat efektif untuk membumihanguskan moshpit dengan seketika karena aransemen musiknya yang cadas, bertempo 'ngebut', dan liriknya yang eksplisit. Ketika kalimat "Cut! Cut! Cut me up! And fuck! Fuck! Fuck me up!" pada reffrain lagu tersebut diteriakkan oleh Corey Taylor bersama pasukan gang vocals-nya, crowd pun semakin menggila.

Pada hari itu, seolah tak mengenal ampun, Slipknot 'membakar habis' para penonton dengan memainkan rentetan lagu-lagu penyulut adrenalin dari The Blister Exists, Before I Forget, Duality, (sic), hingga diakhiri oleh Surfacing sebagai penghabisan. Seraya diputarnya 'Til We Die sebagai farewell song, Corey Taylor berterimakasih kepada para penonton dengan cara menggenggam kedua tangannya sambil menundukkan tubuhnya seperti kebiasaan orang Jepang.

Knotfest 2014 merupakan bukti kebangkitan Slipknot yang sesungguhnya dengan menampilkan kepada dunia segala sesuatunya yang serba baru dari mulai personil, lagu, topeng, hingga kostum. Melalui Knotfest 2014, atmosfer baru Slipknot yang masih berbahaya seperti dulu berhasil diterima oleh para maggot di seluruh dunia dengan respons positif yang terbukti dari komentar-komentar mereka di sosial media. Dan melalui Knotfest 2014 pula yang menjadi bukti atas fenomena Slipknot yang pengaruhnya berskala global, seperti yang dikatakan oleh Clown (Shawn Crahan) perkusionis sekaligus salah satu pendiri band yang sebentar lagi menginjak usia dua dekade itu, "Slipknot bukan lagi merupakan sebuah band. Slipknot adalah sebuah budaya."






Slipknot - .5: The Gray Chapter (Album Review)


Slipknot
.5: The Gray Chapter
Roadrunner Records
2014


Setelah 'puasa' tidak merilis album selama enam tahun, akhirnya Slipknot 'berbuka puasa' pada tahun ini. Album berjudul ".5: The Gray Chapter" ini merupakan album pertama Slipknot tanpa mendiang sang basis Paul Gray dan sang drummer Joey Jordison yang dipecat pada akhir 2013 lalu. Band asal Des Moines, Iowa tersebut kembali menggandeng Roadrunner Records yang telah menjadi label rekaman untuk Slipknot sejak debut albumnya pada 1999. Dirilisnya album ini juga menjadi titik permulaan era baru Slipknot dimana bergabungnya dua personil baru (Alessandro Venturella pada bass dan Jay Weinberg pada drum) menimbulkan atmosfer yang baru pula bagi Slipknot. Jim Root sang gitaris merangkap sebagai basis dalam sebagian besar lagu di album ini. Venturella hanya mengisi bass pada sebagian sisanya, dengan alasan yang kurang jelas.

Enam belas buah lagu dalam album ini dipersembahkan kepada maggot yang telah 'kehausan' selama enam tahun dan Slipknot benar-benar berhasil melenyapkan dahaga mereka. Pada keempat album sebelumnya Slipknot mencampurkan beberapa sampling yang terdengar psychotic untuk track pembuka, kali ini Slipknot memberikan "XIX" yang merupakan sebuah mars yang menyeramkan, gelap, dan dengan lirik serta progresi chord yang menyulut semangat "So walk with me, walk with me, don't let this fucking world tear you apart." benar-benar berhasil membangkitkan gairah pendengar dengan klimaks. Namun sayangnya pada track kedua, justru membuat pembukaan album ini tidak 'nampol' karena permulaan lagu ini yang merupakan alunan petikan gitar, menurunkan gairah pendengar yang sudah berhasil dibangkitkan oleh klimaksnya "XIX". Akan lebih baik jika track kedua diisi dengan lagu yang menerjang seketika seperti "(sic)" yang sungguh memicu adrenalin yang merupakan track kedua dari album perdana mereka yang dirilis pada 1999. Namun lepas dari itu, "Sarcastrophe" mendatangkan sesuatu yang unik dan baru bagi Slipknot yaitu Jay Weinberg sang drummer baru yang menggunakan octoban yang dipukul secara mistis untuk melengkapi alunan gitar menyeramkan yang dipetik oleh Jim Root pada permulaan album ini. Pukulan blast beat serta picking gitar dengan nada yang epic serta kalimat "Burn up in your atmosphere!" yang diteriakkan oleh Corey Taylor berhasil memicu adrenalin pendengar yang sempat surut pada permulaan lagu ini. Pada bagian refrain, pasukan gang vocals Slipknot yang terdiri dari Corey Taylor, Clown, dan Chris Fehn beraksi dengan ber-sing along meneriakkan kalimat ekspresif nan puitis "We are killed gods!" yang berarti "Kami adalah dewa-dewa yang terbunuh!".

Pada lagu-lagu yang diciptakan Slipknot sebelumnya, kebanyakan berorientasi pada nu metal, groove metal, thrash, atau hardcore. Namun pada "AOV" Slipknot mencoba memberanikan diri untuk berekspolasi dengan menuangkan elemen metalcore yang terdengar dari riff gitar dan beat drum yang memulai lagu ini dengan terjangan langsung. Chorus pada lagu ini sungguh melodic, memperdengarkan alunan vokal clean Corey Taylor yang merdu dan dibalut dengan choir dan progresi chord yang melodius pula. Namun hal tersebut sama sekali tidak mengurangi kegarangan Corey Taylor yang kembali rap-screaming dengan pengucapan kata-kata yang sangat cepat namun dengan geraman yang menyeramkan. Hal tersebut menjadi ciri khasnya sejak album perdana Slipknot, seperti pada lagu "Spit It Out". Pada bagian akhir lagu ini, kembali terdengar ciri khas Slipknot yaitu pukulan-pukulan pada tong besi yang dilakukan oleh para perkusionis yaitu Clown dan Chris Fehn, menghasilkan beat yang perkusif.  "AOV" adalah kepanjangan dari approaching original violence, yang merupakan lagu dengan lirik sarkastik yang bercerita tentang seseorang yang telah kehilangan passion dan komitmennya terhadap sebuah kelompok. Kalimat-kalimat seperti "We bury what we fear the most, approaching original violence is the silence, where you hide it? cause I don't recognize you anymore" dan "We carry what we can't control, approaching original violence, in the silence, there's a nihilist who doesn't care and never did" membentuk asumsi yang merujuk kepada Joey Jordison sebagai objek dari lirik tersebut. Seperti yang kita ketahui, Joey Jordison dipecat pada akhir 2013 dan Slipknot hingga kini belum memberikan pernyatan tentang penyebab dipecatnya sang drummer yang telah bergabung di Slipknot selama 18 tahun itu. Mungkin "AOV" menjadi sebuah medium untuk menceritakan konflik tersebut secara simbolik.

"The Devil In I" adalah judul lagu pada track keempat yang merupakan single kedua yang dirilis Slipknot untuk album .5: The Gray Chapter sekaligus merupakan lagu pertama dalam album tersebut yang video klipnya telah dirilis. Riff gitar groovy diiringi beat drum dan perkusi yang Slipknotical, mengawali lagu tersebut. Lalu dilanjutkan dengan vokal clean Corey Taylor yang merdu dan disambung dengan scream pada reffrain, membuat lagu ini menjadi sebuah lagu yang cadas dan melodius pada saat yang bersamaan. Tidak heran jika lagu ini sangat berpotensi untuk membuat para pendengar tertarik untuk menghafalkan liriknya yang non-ekplisit untuk ber-sing along. Lalu para pendengar diberi kesempatan bernafas pada "Killpop", sebuah lagu semi-ballad yang dimulai dengan ritem dan beat yang kalem, namun secara bertahap 'naik' dan berakhir dengan permainan drum yang 'ngebut' dan teknikal dan disertai vokal scream Corey Taylor yang meneriakkan "Die and fucking love me!" secara berulang-ulang. Dari segi lirik, "Killpop" merupakan lagu cinta dengan lirik yang sarkastik, eksplisit, dan dibalut dengan irama musik yang keras.

Sesuai dengan nama album .5 The Gray Chapter, "Skeptic" pada track keenam adalah sebuah lagu yang didedikasikan untuk sang almarhum Paul Gray. "The world will never see another crazy motherfucker like you, The world will never know another man as amazing as you." merupakan penggalan kalimat dari lirik lagu tersebut sebagai representasi dari sebuah persembahan dan 'pemujaan' untuk mendiang sang basis. Dengan aransemen musik yang cadas dan jauh dari kesedihan, "Skeptic" merupakan lagu tribut dengan lirik yang tidak melankolis, namun berhasil menggores emosi para pendengar lewat lirik yang disampaikan. Tanpa jeda untuk 'pulih' dari keganasan aransemen "Skeptic", "Lech" kembali membakar adrenalin para pendengar melalui aransemen musik yang tak kalah cadas dan dengan poin plus yang didapatkan dari odd time signature yang terdapat di beberapa bagian dalam lagu ini, namun tidak mengurangi kadar enjoyable-nya karena disusupi juga beberapa riff gitar yang dibalut dengan beat dan ritem yang groovy sehingga para pendengar mampu headbanging di sela-sela bagian lagu ini.

Seakan mengerti bahwa para pendengarnya 'ngos-ngosan' setelah diterjang oleh dua lagu pembakar adrenalin, "Skeptic" dan "Lech", Slipknot kembali memberi waktu untuk bernafas pada lagu "Goodbye" yang merupakan lagu tribut lainnya untuk Paul Gray. Lagu ballad yang sesungguhnya ini baru muncul pada track kedelapan dalam .5: The Gray Chapter. "Maybe we can all recognize a moment of sadness." menjadi indikasi bahwa lirik lagu ini bercerita tentang kesedihan yang mendalam atas kepergian Gray meninggalkan Slipknot untuk selama-lamanya. Dengan progresi chord gitar dan melodi yang melankolis, membuat para pendengar mampu menjiwai makna lagu ini sekaligus menikmatinya dengan sepenuh hati. Namun Slipknot menyadari bahwa tidaklah baik untuk berlarut-larut dalam kesedihan. Maka selepas menggoreskan emosi pada pendegar lewat "Goodbye", Slipknot kembali meliarkan para pendengar dengan "Nomadic", sebuah lagu dengan komposisi antara unsur heavy dan melodic yang pas. Slipknot berhasil membuat para pendengar headbanging atau ber-scream along pada bagian verse dan ber-sing along pada bagian chorus yang sangat melodius layaknya pada lagu "AOV".

Pada track kesembilan, sayangnya Slipknot gagal untuk menarik minat para pendengar untuk menikmati "The One That Kills The Least" karena aransemen musiknya yang 'tanggung'; terlalu 'lemot' untuk dibilang cadas, dan terlalu banal untuk dibilang melodius. Lepas dari itu, dari segi lirik, "The One That Kills The Least" tergolong menarik dengan menggunakan analogi yang unik seperti pada kalimat "I mirror what I love with what I hate, empty ways can cloud your eyes.". Namun pada "Custer" di track kesepuluh, bisa dibilang merupakan lagu tercadas, terkeras, paling menggeber, dan paling ngebut dalam album .5: The Gray Chapter serta dengan lirik yang paling eksplisit pula. Pembukaan dengan riff dan beat yang cepat, rapat, dan berbarengan benar-benar menghancurleburkan gendang telinga para pendengar yang saya jamin akan melotot sekaligus terkagum-kagum ketika mendengar lagu ini. Kalimat "Cut! Cut! Cut me up! And fuck! Fuck! Fuck me up!" yang diteriakkan Corey Taylor dan pasukan gang vocals memang membakar habis jiwa dan adrenalin para pendengar dan dipastikan lagu ini akan membumihanguskan moshpit dengan seketika ketika dimainkan secara live. Jika pada album debut Slipknot terdapat "Surfacing" yang dijuluki sebagai The New National Anthem atau 'lagu kebangsaan baru' karena liriknya yang persuasif dan kontroversial, maka rasanya "Custer" sangat pantas dijuluki sebagai The Brand New National Anthem atau 'lagu kebangsaan yang paling baru'.

Setelah "Custer" menguras habis 'energi' para pendengar, lagi-lagi Slipknot memanjakan mereka dengan memberinya kesempatan untuk bernafas dalam sebuah lagu pendek yang berisi sampling dan lirik yang mistis dan psychotic (tipikal Slipknot) yang berjudul "Be Prepared for Hell". Namun tak sampai dua menit, Slipknot kembali menggerus mental para pendengar dengan "The Negative One" yang merupakan lagu pertama yang dirilis Slipknot selama enam tahun tidak merilis karya apapun. Riff gitar yang membuka lagu ini dan dilanjutkan dengan beat drum Jay Weinberg, sepintas terdengar mirip dengan "Disasterpiece" pada album Iowa (2001), namun ketika Corey Taylor memulai aksinya dengan meneriakkan kalimat "Fire and caffeine, a lot of nicotine, I'm gonna burn so I better tell you everything." membuat lagu ini memiliki karakteristiknya sendiri yang menarik, selain karena aransemen musiknya yang keras, tapi juga karena liriknya yang puitis. Banyaknya sampling dan scratching yang digunakan pada lagu ini memberi kesempatan bagi Craig Jones dan Sid Wilson untuk mendominasi. Blast beat Jay Weinberg yang disertai picking gitar Mick Thomson dan Jim Root pada pertengahan lagu, meningkatkan kadar keganasan mereka dan membuat lagu ini sempat menjadi Worldwide Trending Topic di Twitter ketika belum sampai dua jam dirilis pada 1 Agustus lalu.

"If Rain Is What You Want" merupakan judul dari lagu penutup pada album ini yang judulnya menarik, namun rasanya kurang cocok. Tempo yang lambat dan aransemen yang kurang 'nampol' dari lagu ini menjadikan album .5: The Gray Chapter menjadi anti-klimaks.

Untuk edisi spesial, Slipknot membonuskan dua lagu tambahan yaitu "Override" dan "The Burden" yang keduanya bertempo lambat, namun "The Burden" lebih menarik untuk didengar karena aransemennya yang 'berani' dan menyerempet psychedelic.

Overall, .5: The Gray Chapter merupakan sebuah album epik yang gelap, menyeramkan, cadas, emosional, dan melodius. Namun, sangat disayangkan penyusunan lagu-lagu untuk tracklist di album ini agak keliru yang membuat 'kurva klimaks' dalam album ini berantakan. Alangkah baiknya jika "The Negative One" bertukar posisi dengan "Sarcastrophe" pada track kedua, dan "Custer" menggantikan "If Rain Is What You Want" sebagai lagu penutup.

Jika kita bandingkan dengan keempat album Slipknot sebelumnya, walaupun tidak kuno, aransemen musik pada .5: The Gray Chapter terdengar lebih dewasa namun cenderung 'menua'. Tetap cadas, namun tidak begitu 'liar' dan 'berani' seperti pada album-album terdahulu, Iowa (2001) dan Vol. 3: The Subliminal Verses (2004) yang dirilis ketika masa-masa keganasan Slipknot yang sesungguhnya.

Namun, .5: The Gray Chapter menjadi bukti konkret bahwa Slipknot, sebagai band metal yang sebentar lagi menginjak usia dua dekade dengan rata-rata usia para personilnya yang di atas 40 tahun, merupakan band metal yang mampu mempertahankan eksistensinya dengan baik, dan masih tergolong 'berbahaya' baik dari segi musik, lirik, penampilan secara live, maupun konsep desain grafis dan visualnya.