Replace Godzilla : 20th Years of Aggression

Wednesday, June 19, 2013

Godzilla : 20th Years of Aggression




The Official Flyer
Perjalanan saya waktu itu dimulai dengan saya membeli sebotol jus jeruk di sebuah mini market di dekat rumah saya. Suatu pagi dengan cuaca yang cukup panas, saya awali dengan menaikki angkot jurusan Cileungsi. Waktu menunjukkan pukul 09.20 WIB saat saya berada di dalam angkot tersebut. Sebuah perjalanan yang cukup panjang dari Ciangsana, Bogor, menuju Bulungan, Jakarta Selatan akan saya hadapi dengan teriknya panas matahari dan playlist album “Perang Neraka Bumi” dari Dead Vertical melalui iPod yang saya simpan di kantong jins saya. Saya akan mendatangi sebuah acara bertajuk “Godzilla : 20th Years of Agression” yang merupakan acara perayaan ulang tahun ke-20 dari band death metal ibukota bernama Godzilla yang diadakan di Bulungan Outdoor. Mendatangi acara tersebut sudah saya rencanakan bersama teman-teman dari band hardcore saya Hatred dari satu bulan sebelumnya. Maka dari itu saya sudah menyusun rencana rute angkutan umum dari rumah saya di kawasan Ciangsana menuju Bulungan. Pilihan yang jatuh kepada sebuah bus jurusan Cileungsi – Blok M yang sebelumnya pernah melintas di depan saya ketika saya berangkat ke studio latihan.

Tepat pukul 10.00 WIB, saya menapakkan kaki di prapatan Cileungsi untuk menunggu kehadiran sang bus. 30 menit berlalu dan bus itu belum terlihat, lalu saya membeli sebotol jus jeruk lagi mengingat panasnya cuaca dan saya hanya ditemani oleh topi loreng milik ayah saya. Botol jus jeruk itu sudah habis 15 menit yang lalu, dan bus itu belum melintas juga. Saya bertanya ke sebuah pedagang asongan tentang eksistensi bus keparat tersebut, dan beliau menjawab bus tersebut melintas hanya 2 jam sekali, dan bus tersebut baru berangkat sekitar jam 10. Damn! Jadi ketika saya turun dari angkot, bus tersebut baru mengangkat jangkar. Saya melakukan brainstorming selama beberapa saat, dan setelah Departemen Pengambil Keputusan di otak saya sudah memberikan hasil rapat selama 5 menit, saya memutuskan untuk menaikki angkot 121 jurusan Cileungsi – Kampung Rambutan yang melintas setiap saat.

15 menit kemudian angkot tersebut memasuki pintu tol Cibubur dan hanya 15 menit dari pintu tol Cibubur, angkot tersebut sudah berhenti di sebuah tempat bertuliskan “Terminal Kampung Rambutan”. Saya membeli sebotol air mineral untuk membasahi kerongkongan dan menunggu bus jurusan Kampung Rambutan – Blok M. Alhamdulillah, tepat di saat botol air mineral tersebut kosong, bus yang saya tunggu-tunggu itu melintas dan berhenti di depan wajah saya. Tanpa ragu, bus kosong tersebut saya tumpangi dengan hati yang lega. Selama perjalanan, bus tersebut hanya ditumpangi oleh segelintir orang yang naik-turun sepanjang perjalanan. Memang perjalanan tersebut sangat panjang dan dihiasi dengan kemacetan ibukota sehingga perjalanan tersebut benar-benar terasa abadi. Kramat Jati, Cililitan, Kalibata, dan Mampang menjadi daerah-daerah yang saya lintasi di bangku panjang di bagian belakang bus tersebut. Setelah kurang lebih sekitar 2 jam duduk di bus tersebut, akhirnya saya menapakkan kaki di terminal Blok M dan berjalan kaki sepanjang sekitar 100 meter menuju Gelanggang Remaja Bulungan atau yang lebih dikenal dengan Bulungan Outdoor. Saat berjalan kaki santai tersebut, saya melintas tepat di depan SMAN 6 Bulungan dan terdapat banyak karangan bunga bertuliskan “Turut berduka cita atas meninggalnya Alawi” seorang siswa kelas X SMAN 6 Bulungan yang menjadi korban tawuran oleh siswa SMAN 70 Bulungan. Di dekat bundaran dengan patung tangan itu, terdapat sebuah spanduk putih yang berisi tulisan-tulisan tangan para siswa-siswi SMAN 6 dan 70 Bulungan yang menentang tawuran.  Ketika saya sampai di sebelah Gelanggang tersebut, saya mampir ke sebuah tempat soto ayam untuk mengisi perut. Semangkuk soto ayam, sepiring penuh nasi putih, dan segelas es teh manis tersebut berharga 12 ribu rupiah dan saya segera menuju ‘neraka jakarta’ itu.

Sudah mulai terdengar dentuman drum dan distorsi gitar yang menggelegar. Saya memasuki gerbang dan disitu terdapat banyak sekali metalhead ber-atribut hitam-hitam yang sedang menunggu gate dibuka, dan didepan gate banyak pula terdapat penjual kaos-kaos metal bertuliskan akar, emblem, stiker, dan poster metal. Saya menghampiri petugas di booth yang terletak di sebelah gate dan ingin membeli tiket. Dia berkata bahwa gate belum dibuka dan akan dibuka sekitar 30 menit lagi. Lalu, meningat 2 botol jus jeruk, 1 botol air mineral, dan 1 gelas es teh manis yang saya minum selama perjalanan, saya meminta izin untuk membuang air kecil, dan sang petugas berkaos Siksa Kubur tersebut mengizinkan saya masuk ke area stage dan menunjuk ke arah toilet. Setelah lega membuang air kencing, saya memutuskan untuk menghampiri stage dan duduk di sebelah kiri stage, tepatnya di sebelah ring tinju khas Bulungan Outdoor. Saya menyaksikan Paper Gangster yang sedang soundcheck sambil ber-Twitter ria. Setelah Paper Gangster selesai soundcheck, terdapat beberapa panitia yang naik ke atas panggung dan berkata “Yang bukan panitia, tolong keluar area stage. Terimakasih.” Mendengar perkataan itu, saya keluar area stage dengan penuh kesadaran diri. Waktu untuk menunggu gate dibuka saya gunakan untuk mencuci mata dengan kaos-kaos, stiker, emblem, dan poster yang mengunggah selera. Sayangnya, dompet saya ketika itu hanya berisi 60 ribu rupiah : 30 ribu untuk membeli tiket, dan yang 30 ribu lagi untuk persiapan pulang dengan selamat. Dengan sedikit rasa kecewa, tepat pukul 14.00 WIB, gate tersebut dibuka dan saya segera mengantri untuk membeli tiket seharga 30 ribu rupiah dengan bonus 2 stiker itu. 

Setelah saya masuk ke area Bulungan Outdoor, saya langsung duduk di sebelah kanan depan panggung bersama para metalhead berbaju hitam-hitam. Tak lama berselang, muncul seorang pria dengan celana loreng pendek dan kaos Noxa. Dia berkicau di atas panggung saat para penonton yang sedang duduk santai tersebar di seluruh area Bulungan Outdoor.  Dia adalah Allay Error sang MC. Dan disitulah pertama kali saya mendatangi sebuah acara yang dipandu olehnya. Setelah membaca dan menyebutkan sponsor yang mendukung acara tersebut, Lalu memanggil nama “Abgotter!” band pertama di acara tersebut. Sebuah band death metal asal Jawa Tengah yang sangat memprihatinkan. Bukan musik atau permainannya, namun hanya ada 4 metalhead yang moshing ketika mereka menggempur stage. Lalu band-band selanjutnya adalah band-band death metal serupa, namun mata saya tertuju pada Burn. Sebuah band hardcore Ibukota yang memiliki lagu-lagu yang apik untuk di-beatdown. Tak lama setelah Burn turun dari panggung, teman saya Shandy yang merupakan bassis dari band saya yang bernama Hatred, mengatakan lewat SMS bahwa dia dan temannya sudah ada di dalam area Bulungan Outdoor. “Oke” jawab saya lewat SMS pula. Lalu saya segera mencari Shandy ke bagian belakang sebagaimana yang dia beritahu kepada saya lewat SMS.


Dan munculah Shandy dengan kaos Outright dan seorang temannya yang bernama Andi. Setelah berjabat tangan, kami duduk di pinggir kiri di dekat tembok. Lalu saat mengobrol, teman saya yang bernama Bagus yang merupakan vokalis Hatred muncul di hadapan saya dengan kepala botak dan kaos Noxa. Ya, jika dilihat dari belakang memang sangat mirip dengan Tony sang vokalis Noxa, namun dengan tubuh yang lebih tinggi. Bagus datang bersama Eman, Kojel, dan Bang Ading yang merupakan saudara-saudaranya. Dan kami pindah ke bagian belakang dekat tembok untuk mengobrol. Ditengah asyiknya pembicaraan, terlihat seseorang bertubuh tambun yang tidak asing bagi saya dan teman-tema. Dia adalah Dipa yang baru keluar dari toilet, sang bassis dari band grindcore Ibukota, Noxa. Noxa menjadi salah satu headliner dalam acara tersebut. Sekitar pukul 16.30, Allay Error meneriakan nama “Aaarghhh!” sebuah band dengan nama yang cukup aneh untuk diucapkan. Mereka adalah band death metal yang lagunya cukup asyik untuk di-headbang. Penampilan mereka sangat eksentrik. Terbukti saat sang vokalis melilitkan ular cobra kesayangannya saat bernyanyi dengan tanpa kaos, dan saat jeda di antara satu lagu dan lagu selanjutnya, ia berkata “Woi yang duduk bangun dong, pokoknya yang gak berdiri berarti kalian gak punya k*ntol!”. Tanpa ragu-ragu saya berdiri demi membuktikan kejantanan saya. Setelah Aaarghhh! tampil, sang MC Allay Error memanggil nama “Invictus!”. Mendadak hampir semua metalhead yang duduk berdiri dan merapat ke depan panggung. Saya bertanya-tanya “Apa spesialnya band ini?” lalu saya pun ikut merapat ke depan panggung. Dari lagu-lagu yang mereka bawakan, saya bisa meng-identifikasi bahwa mereka adalah band ber-genre progressive death metal dengan sedikit nuansa oldschool death metal­ yang terdengar seperti Death atau Atheist. Personilnya terlihat sudah berumur dan kebanyakan dari mereka berwajah timur tengah.

Adzan berkumandang, acara tersebut break, dan saya segera melaksanakan sholat Maghrib. Saat saya kembali ke area panggung, ternyata giliran Umbra Mortis yang sedang menghibur para penonton yang sedang beristirahat dengan lagu-lagu power metal nya. Terdengar nuansa Dragon Force dalam musik yang mereka bawakan. Setelah Umbra Mortis selesai membuat penonton terpukau dengan suara melengking sang vokalis, Allay Error memanggil nama “Dead Vertical!” dan saya segera merapat ke tengah dan berada di paling depan barikade. Band grindcore Ibukota tersebut memulai aksinya dengan lagu “Selamat Datang di Pantai Neraka” dan mendadak para metalhead di Bulungan Outdoor menggila, begitupun saya yang mulai ber-headbang. Lagu-lagu seperti “Washing The Red”, “Belantara Berdarah”, dan “Inti Petaka” menjadi setlist Dead Vertical pada malam itu. Penampilan mereka ditutup dengan lagu “Benteng Terakhir” yang berhasil menggerinda telinga para penonton. Setelah Dead Vertical, Allay Error kembali naik ke atas panggung, membacakan sponsor, dan memanggil nama “Paper Gangster!”. Sebuah band hardcore asal depok yang memiliki musik yang bernuansa negative hardcore dengan banyak di isi oleh ritem drum grinding.metalhead menggila. Siksa Kubur merupakan salah satu tujuan saya menempuh jarak kurang lebih 40 kilometer. Saat mereka menyiapkan alat tempurnya, saya memperhatikan Adit sang drummer, dan saat ia melihat wajah saya berada di depan barikade, ia menyapa saya dengan salam 2 jari metalnya. Sebelumnya saya pernah bertemu dengan beliau di kantor ayah saya saat saya menjadi pengisi acara Drums Day 2012 di Chic’s Musik. Penampilan Siksa Kubur dibuka dengan suara rekaman puisi yang dibacakan oleh Man sang vokalis Jasad, yaitu lagu “Burung Bangkai” yang berhasil menyihir saya dan ratusan metalhead lainnya dengan lagu berdurasi 10 menit itu. Lagu kedua adalah “Merah Hitam Hijau” sebuah lagu yang didedikasikan untuk almarhum Rio Rottrevore sang pemilik record label untuk para band death metal tanah air, Rottrevore Records.
The fucking crowd in the fucking pit!
Saya tidak tahu lagu-lagu mereka, namun ternyata mereka berhasil membuat kepala saya mengangguk-angguk.
Dead Vertical on the fucking stage!
Setelah Paper Gangster, kini giliran Siksa Kubur untuk membuat para
Siksa Kubur on the fucking stage!
Beberapa lagu kemudian, terdengar lagu dari album “Tentara Merah Darah” yang berjudul “Memoar Sang Pengobar”. Dan penampilan mereka ditutup dengan lagu lawasnya yang terdapat pada album “Eye Cry” yang dirilis pada tahun 2003, yaitu “Renounce Me”. Dengan berakhirnya penampilan Siksa Kubur yang berhasil menghipnotis para penonton, maka saya pun harus pulang meninggalkan acara tersebut. Sangat disayangkan saya tidak dapat menyaksikan Noxa, Panic Disorder, dan band yang mempunyai hajat tersebut Godzilla karena saya khawatir sudah terlalu larut untuk naik bus di daerah Blok M. Setelah berpamitan kepada Shandy, Andi, Bagus, Eman, Kojel, dan Bang Ading, saya pun berjalan kaki menuju terminal Blok M dan menaiki bus Patas AC jurusan Blok M – Bekasi. Waktu menunjukkan pukul 21.10, lagu-lagu Dead Vertical dan Siksa Kubur masih terngiang di otak saya hingga bus sampai di kawasan Semanggi dan memori-memori indah tersebut mulai hancur termakan rasa kantuk, lalu saya tertidur pulas.

No comments:

Post a Comment