Replace NURSUNG13

Thursday, May 28, 2015

Meredefinisi Makna "Smart"

Banyak fenomena-fenomena sosial di sekitar kita yang sebetulnya aneh, namun sering terjadi di lingkungan sosial kita, atau justru kita yang menjadi korban fenomena-fenomena tersebut.

Terkait dengan yang saya tulis di post sebelumnya mengenai brand image, muncul pertanyaan-pertanyaan;

Mengapa kebanyakan masyarakat lebih memilih untuk membeli produk-produk branded yang tentunya mahal, dengan kualitas yang belum tentu baik dibanding produk-produk lainnya yang tidak branded, tidak mahal, dan bisa saja berkualitas tinggi?

Mengapa kebanyakan masyarakat lebih memilih untuk membeli dan mengonsumsi makanan mahal dengan gizi rendah dan bahkan membahayakan kesehatan dibanding dengan makanan sehat yang murah?

Mari kita bandingkan. Lebih sehat dan bergizi yang mana : Big Mac seharga Rp. 30.000 atau Gado-Gado seharga Rp. 10.000? Namun mana yang lebih populer dan dapat meningkatkan status sosial?

Apakah merupakan sesuatu yang aneh? Menurut kebanyakan orang hal tersebut normal-normal saja, namun menurut saya ini benar-benar aneh. Fenomena di atas seakan menggambarkan bahwa masyarakat kita ini sungguh naif. Seakan-akan kita ini dibutakan, dibodohkan dan disihir oleh mantera-mantera konsumerisme, hedonisme, dan materialisme yang datang dari barat sana. Ketika seseorang pelanggan McDonald's lokal ditanyakan soal Big Mac vs. Gado-Gado seperti di atas, kemungkinan besar mereka akan menjawab dengan alasan selera dan rasa. Tapi menurut saya itu bullshit.

Tak dapat dipungkiri lagi, kebanyakan masyarakat Indonesia sekarang ini berasumsi bahwa Big Mac itu lebih lezat daripada Gado-Gado. Bagaimana ini bisa terjadi? Siapa yang merubah dan membentuk selera masyarakat Indonesia?

Mao Zedong pernah mengatakan bahwa kekuasaan itu datang dari laras bedil. Menurutnya senjata dan pertumpahan darah merupakan syarat untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan. Namun sepertinya gagasan semacam itu kini sudah usang. Di zaman serba modern ini, dengan pesatnya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, sepertinya kekuasaan sudah tidak datang dari laras bedil lagi, melainkan datang dari media.

Big Mac, jeans, kemeja flanel, dan produk-produk budaya Amerika lainnya seakan menjadi suatu 'paket' yang selalu dibawa oleh media-media raksasa yang mengglobal. Setiap harinya di seluruh dunia ditayangkan iklan-iklan persuasif yang mempromosikan produk-produk tersebut. Di adegan-adegan film hollywood yang kita kagumkan itu, selalu menampilkan produk-produk budaya barat dengan berbagai macam cara, dikemas dengan sedemikian rupa sehingga terkesan keren dan menarik.

Setiap harinya, masyarakat kita dibombardir secara terus-menerus oleh media yang selalu membawa 'paket' tersebut melalui beragam medium dari mulai iklan, film, literatur, musik, dsb. Dengan begitu, mereka berhasil merubah persepsi masyarakat Indonesia; dari yang tidak enak menjadi enak, tidak boleh menjadi boleh, tidak baik menjadi baik, dsb.

Melalui segala media dan teknologi canggih yang mereka kuasai, budaya barat berhasil menjadi semacam tolak ukur bagi masyarakat kita dalam menentukan segala hal. Cantik atau tidaknya seorang wanita ditentukan dengan menggunakan tolak ukur barat. Semakin terlihat bule, semakin dianggap cantik. Begitu pula dengan menentukan lezat atau tidaknya suatu makanan, tanpa sedikitpun memperhatikan kualitas gizi makan tersebut.

Big Mac masuk dalam kategori makanan sampah. Istilah ini bahkan datang dari mereka sendiri, junk food. Namun makanan sampah yang rendah gizi ini justru menjadi makanan mahal, bergengsi, dan berpotensi meningkatkan status sosial seseorang. Konsumen makanan sampah barat di Indonesia banyak berasal dari kalangan ekonomi menengah ke atas yang umumnya berpendidikan, intelektual, dan modern. Orang-orang itulah yang selalu berkata "be smart".

Namun ironisnya mereka adalah para konsumen setia makanan sampah. Memang sungguh menggelikan ketika kita melihat seorang pekerja kantoran dengan rambut klimis, pakaian classy kebarat-baratan, dan kacamatanya yang menggambarkan intelektualitas, sedang bercakap-cakap seputar bisnis dengan para kolega sambil menikmati segenggam Big Mac di McDonald's Kemang, lalu berkata "be smart".

Ya, sepertinya kita harus merubah persepsi kita dalam mendefinisikan "smart".

Monday, May 11, 2015

'A Youth Not Wasted' Is Coming! Another Interview with Dochi Sadega

Sebagai salah satu the most anticipated album lokal tahun ini, 'A Youth Not Wasted', album studio keempat milik pop-punkers Ibukota Pee Wee Gaskins benar-benar mengedepankan kualitas produksinya. Buktinya, Scott Sellers dari band pop punk Rufio asal Amerika Serikat akan turun tangan dalam proses produksi album ini. Beberapa lagu dalam album tersebut sudah dapat disaksikan versi live di Youtube seperti 'Teriak Serentak', 'My Sassy Girl', dan 'Serotonin'.

Berikut wawancara saya seputar 'A Youth Not Wasted' dengan sang lokomotif band tersebut, Dochi Sadega.

1. Bagaimana progress 'A Youth Not Wasted' so far? Sudah siap rilis kah?

Tinggal 1 lagu yang belum selesai recording dan menunggu hasil mixing-mastering dari Scott Sellers

2. Tanggal rilis?

Dijadwalkan setelah lebaran, mungkin Agustus

3. Seberapa banyak dan dalam hal apa saja keterlibatan Scott Sellers dalam A Youth Not Wasted?

Pemaksimalan pilihan sound, grammar correction, mixing dan mastering

4. Bagaimana menurut dia tentang album itu?

Tidak ada lagu yang dia tidak suka, katanya semua lagu di dalamnya catchy dan well-written

5. Apakah tracklist dari A Youth Not Wasted sudah bisa saya ketahui? :D

Belum, masih rahasia hehe

6. Benarkah 'Just Friends' akan dimasukkan dalam A Youth Not Wasted?

Yup

7. Sejauh ini 'Just Friends' sudah dirilis dalam 3 versi berbeda yang terdapat di The Transit EP dan PWG EP. Tolong ceritakan latar belakang terciptanya lagu tersebut dan mengapa begitu "spesial" sehingga terus-menerus dirilis dalam berbagai macam versi?

Gak ada alasan khusus, suka aja sama lagunya dan gak ada alasan. Why not? Hehehe

8. Apa yg membedakan 'Just Friends' dalam A Youth Not Wasted dengan 3 versi sebelumnya?

Beda versi, tunggu aja. Ini termasuk lagu favorit Scott di album ini

9. Bagaimana cerita Gania Alianda dari Billfold bisa featuring dengan PWG dalam lagu 'Serotonin'?

Gak direncanakan sebenernya, spontan aja. Seru kan?

10. Seru! Boleh cerita makna lirikal dibalik lagu 'Serotonin'?

Tentang kebahagiaan, serotonin kan hormon yang diproduksi tubuh ketika sedang bahagia. Lagu ini menceritakan saat tubuh kekurangan serotonin.

11. Setelah mendengar 'Teriak Serentak' saya bisa simpulkan dalam A Youth Not Wasted, PWG lebih bereksplorasi ke arah hardcore-punk. Apa benar?

Setelah denger Serotonin gak seperti explore ke pop punk ala TSSF / Such Gold / Neck Deep? Intinya memang album ini explore ke semua varian pop punk yang memang sangat luas, dan pembuktian bahwa PWG gak stuck di 1 gaya aja. Kayak sex, kan enaknya ganti-ganti gaya biar puas.

12. Apa karena kali ini sudah lepas dari major label sehingga lebih bebas dalam bereksplorasi?

Gak kok, label gak pernah membatasi kreatifitas, karena peran label adalah untuk distribusi. Yup; distribusi. Dan supaya punya legal rights yang kuat, plus bantu urusan pajak dan paperworks untuk international release.

Monday, December 8, 2014

Band-band Ini Siap 'Membunuh' Anda di Hellshow 2014

Unit metal legendaris kebanggaan tanah air, Burgerkill, kembali menggelar “Hellshow” yang akan diadakan di Lapangan Disjas Baros, Cimahi pada 13 Desember mendatang. Tahun ini merupakan kali ketiga Burgerkill menggelar Hellshow dimana pertama kalinya dilaksanakan pada 2005 lalu ketika almarhum sang vokalis Ivan Scumbag masih memperkuat formasi Burgerkill dan yang kedua digelar pada tahun lalu yang diramaikan oleh band-band cadas seperti Beside, Godless Symptoms, Parau, dsb.

Pada tahun ini, Hellshow menghadirkan beberapa band baru yang sepertinya akan mengguncang Cimahi. Nama-nama seperti Taring, Revenge The Fate, dan Nectura dipastikan akan ‘membakar’ Hellshow 2014 yang juga akan diramaikan oleh ‘dedengkot’ metal asal Ujungberung, Disinfected dan beberapa band-band memukau lainnya seperti Rosemary, Paper Gangster, Kaluman, dan Bersimbah Darah. Selain itu Burgerkill juga memberikan kesempatan kepada band-band yang ingin tampil di Hellshow 2014 dengan mengadakan semacam audisi dengan mengirimkan CD berisi karya-karya potensial yang menjadi pertimbangan. Dan yang terpilih adalah band metalcore asal Bandung yang bernama Inwise yang menjuluki dirinya sebagai breakdown metal.

Berikut ulasan singkat mengenai band-band di atas yang siap 'membunuh' Anda di Hellshow 2014 nanti.

Inwise

Band breakdown metal bentukan enam tahun silam ini merupakan band metalcore asal Bandung yang terdiri dari Fahmi (vokal), Icky (gitar), Zulfi (gitar), Izal (bass) dan Gema (drum). Single perdananya “Sense Fails” yang dirilis pada 2009 merupakan sebuah gebrakan awal yang maksimal dengan riff gitar dan beat drum ala metalcore serta dengan vokal yang nyaris terdengar seperti Jesse Leach. Unsur metalcore yang kental diinjeksikan ke dalam beberapa lagu-lagu mereka lainnya seperti “Replika Manusia Tuhan”, “Between The Lies”, dan “Minority” yang merupakan pergabungan elemen-elemen influential dari Killswitch Engage, Trivium, dan All That Remains. Lagu-lagu tersebut rupanya berhasil memikat para personil Burgerkill yang memilih Inwise sebagai rekan pendampingnya untuk mengguncang Hellshow 2014.

Sejauh ini Inwise telah merilis empat buah single dan debut albumnya akan segera dirilis via Heretic Records pada 2015 mendatang dan beberapa lagu-lagunya akan dapat Anda nikmati secara live di Hellshow 2014.


Bersimbah Darah

Band death-grindcore asal Gianyar, Bali ini dibentuk pada 27 Juni 2007 oleh sang gitaris Rico dan mantan drummernya Artha. Pada tahun yang sama, Bersimbah Darah merilis EP “Demography Berdarah” secara independen dan debut albumnya “Land of Terror” dirilis pada 2011 via No Label Records dan didistribusikan secara resmi oleh label asal Amerika Serikat, Sevared Records. Lagu-lagu beringasnya seperti “Kau Tak Layak Hidup”, “Biawax”, dan “Dead Shall Rise” merupakan terjangan bertempo cepat dari berbagai elemen mematikan seperti blast dan grind beat pada drum dengan riff gitar dan dentuman bass yang ngebut pula dan ditambah dengan pekikan vokal high-pitched screaming yang dominan, membuat kita seolah bernostalgia dengan para dewa grindcore seperti Terrorizer, Napalm Death, dan Misery Index.

Bersimbah Darah merupakan sajian yang tepat bagi Anda yang ingin menggerinda telinga dan dipastikan pula para dewa grindcore asal Bali tersebut akan menampilkan single terbarunya yang berjudul “Right To Die” di Hellshow 2014.


Kaluman

Bukan hanya menggerinda telinga bersama Bersimbah Darah, di Hellshow 2014 Anda juga bisa ber-slamming ria dengan pasukan brutal death metal asal Bandung, Kaluman. Band bentukan 2012 ini telah merilis debut albumnya yang merupakan self-titled “Kaluman” pada tahun ini via Sevared Records asal Amerika Serikat. “Altar Prostitusi” dan “Membusuk Menjadi Sampah” merupakan salah dua lagu mereka yang menghujam dengan blast beat dan riff-riff brutal serta perpaduan gaya vokal growling yang akan membangkitkan adrenalin sekaligus ‘menghantui’ Anda dengan lirik-lirik gelapnya.


Rosemary

Bagi Anda yang mengaku skatepunker alangkah baiknya dianjurkan untuk datang ke Hellshow 2014 membawa skateboard dan memainkannya sembari menikmati penampilan Rosemary, legenda skate punk asal kota kembang. Lagunya yang paling popular “Punk Rock Show” merupakan sebuah alunan ska dengan fondasi punk rock yang sangat apik dan sekilas mengingatkan kita kepada legenda-legenda punk rock seperti Rancid dan NOFX yang banyak menyumbangkan pengaruh terhadap karya-karya Rosemary. Budaya skateboarding yang kental dibawa oleh sang vokalis sekaligus gitaris Indra Gatot yang merupakan salah satu skater terbaik di Indonesia. Band bentukan 1997 itu sudah tak terhitung jumlah partisipasinya dalam berbagai macam kompilasi dan telah merilis sebuah album studio pada 2006 dengan judul self-titled “Rosemary”.
 

Paper Gangster

Jika Bandung punya legenda skate punk, maka Depok pun punya legenda hardcore bernama Paper Gangster. Eksis sejak 18 tahun silam, Paper Gangster konsisten dengan konsep musik hardcore-nya yang banyak mengusung influence dari Earth Crisis, Hatebreed, dan Sick Of It All seperti pada lagu-lagu kerasnya “Through Blood and Pain”, “Never Back Down”, “Paint in Black”, dsb. Album debutnya yang bertajuk “Season of Destruct” dirilis via Vein Records pada 2004 dan kini Paper Gangster berada di bawah naungan Crooz Records yang merupakan salah satu labe bergengsi di kalangan kawula muda tanah air.

Jika Anda ingin menguras keringat bersama para pasukan beatdown sambil menikmati serangan-serangan beat dan riff yang ‘nampol’ dari Paper Gangster, maka merupakan sebuah kewajiban bagi Anda untuk menghadiri Hellshow 2014.


Disinfected

Band berusia 17 tahun ini adalah band death metal legendaris asal Ujungberung yang kini digawangi oleh Amenk, Adyth Nugraha, Sigit, Diaz, dan Adang. Abah Andris dari Burgerkill pernah tergabung sebagai drummer Disinfected dari awal terbentuknya dan mengundurkan diri pada 2006. Begitu pula dengan Toteng dari Forgotten dan almarhum Rio sang pendiri label underground paling ‘sakral’ di Jakarta, “Rottrevore Records” pun pernah tergabung sebagai gitaris dari band yang akan merilis album terbarunya pada tahun ini tersebut. Album perdana Disinfected, “Melted” dirilis pada 2001 via Extreme Souls Production yang juga terdapat sebuah cover “South of Heaven” dari monster thrash asal negeri paman sam, Slayer. “Anjing-Anjing Hutan Nusantara” dan “Aku Akan Bunuh Kamu” merupakan dua lagu mereka yang terbukti berbahaya dan berpotensi merasuki jiwa-jiwa kelam para metalhead. Perpaduan gaya vokal growling ala George ‘Corpsegrinder’ Fisher dan Chris Barnes yang diteriakkan oleh Amenk terdengar menyeramkan dan ditambah dengan aransemen musik mereka yang brutal dan lirik-lirik mereka yang sadistic memang membuat kita teringat kepada Cannibal Corpse.

Di Hellshow 2014 nanti, Disinfected akan tampil menebarkan spirit death metal kuno yang sekaligus menjadi pengetahuan bagi para kawula muda yang nampaknya banyak belum mengetahui ‘nenek moyang’ dari musik metal yang mereka gemari sekarang.


Nectura

“Modern, melodic, and scary as shit.” Merupakan kalimat yang cocok untuk mendeskripsikan Nectura. Monster melodic death metal kelahiran Bandung yang berusia tiga tahun ini baru saja merilis debut album “Awake To Decide” yang patut diacungkan dua jempol dengan kesuksesan mereka menghasilkan mahakarya mengerikan yang sekaligus melodius. Karya-karya menyeramkan mereka seperti “Crossing Coward”, “Threat Minority”, “Awake To Decide”, “The Uprising Echoes”, dsb patut menghuni playlist di iPod Anda. Album rilisan Off The Records itu melibatkan musisi-musisi ternama asal kota kembang seperti Vicky Mono (Burgerkill), Addy Gembel (Forgotten), dan Risa Saraswati (Sarasvati).

Komposisi brilian mereka yang banyak dipengaruhi oleh iblis-iblis Scandinavian metal seperti In Flames, At The Gates, dan Amon Amarth itu sangat sempurna jika dinikmati bukan hanya melalui earphone, namun secara live di Hellshow 2014.


Revenge The Fate

“Symphonic Deathcore Machine” merupakan istilah yang digunakan oleh Revenge The Fate yang merupakan representasi dari komposisi musik mereka yang muda dan berbahaya. Debut album mereka “Redemption” dirilis secara independen via Beholder Records, bertepatan dengan dirgahayu kelima mereka pada Juli lalu. Sejak 2009, Revenge The Fate telah menjadi idola sekaligus role model bagi para kawula muda tanah air melalui lagu-lagunya yang penuh dengan breakdown yang enerjik seperti “Poseidon”, “Kashmir”, “Darah Serigala”, dan “Ambisi” yang menjadi hits di hampir seluruh kalangan anak muda penikmat musik keras Indonesia. High-pitched screaming yang dahsyat dan berpotensi menyayat gendang telinga memang salah satu karakteristik Revenge The Fate yang membuat kita terkenang akan almarhum Mitch Lucker dari Suicide Silence.

Para pemuda-pemudi berjiwa deathcore, Anda wajib menghadiri Hellshow 2014 dan menyaksikan Revenge The Fate yang dijamin lebih menyeramkan dari band-band deathcore mancanegara seperti Suicide Silence, As Blood Runs Black, maupun Chelsea Grin.


Taring

Terlalu groovy untuk disebut metal, terlalu gelap untuk disebut hardcore. Memang terkadang tidak ada kata yang tepat untuk menggambarkan komposisi-komposisi mahakarya yang terdapat di album “Nazar Palagan” milik band hardcore kota kembang bernama Taring ini. Ketika Hardy (vokal/ex Outright), Gebeg (drum/Power Punk), Angga (gitar/Asia Minor), dan Ferry (bass/Turbidity) bergabung atas nama Taring dan bereksperimen dengan menyatukan kemampuan musikal dan retorika mereka, maka hasilnya adalah iblis-iblis yang mereka lahirkan seperti “Kata-Kata Belum Binasa”, “Nazar Palagan”, “Resureksi Diri”, “Menghujam Langit”, dsb. Dengan menyerap energi dari berbagai macam influence dari mulai Madball, Pantera, Slayer, hingga Lamb Of God, para penghuni skena hardcore tanah air wajib memberikan respek besar kepada Taring atas inovasinya yang bernama “Nazar Palagan” rilisan Grimloc Records itu. “Nazar Palagan” bukan hanya mendapatkan respons positif dari kritikus musik, namun juga patut diacungi dua jempol oleh para kritikus politik dan sosial atas lirik-lirik ciptaan Taring yang kritis nan puitis.

Band yang kebetulan akan merayakan ulang tahun pertamanya bertepatan dengan penampilannya di Hellshow 2014 pada 13 Desember mendatang ini dijamin dan dipastikan akan membumihanguskan adrenalin Anda.


Burgerkill

‘Dedengkot’ kebanggaan kita semua inilah yang merupakan konseptor sekaligus organisator dari Hellshow. Band yang hampir menginjak usia dua dekade ini sudah ‘kenyang’ mendapatkan pujian atas mahakarya dahsyat mereka dari media local maupun internasional seperti Metal Hammer Magazine asal Inggris yang mengundang Burgerkill ke London, Inggris untuk dinobatkan sebagai ‘Metal as Fuck’ pada 2013 lalu. Nama-nama seperti Nergal (Behemoth), Pussy Riot, dan Jason Newsted (ex Metallica) menjadi saingan mereka dan Burgerkill pun mengalahkan mereka semua dengan membawa pulang award ‘Metal as Fuck’ dari London ke Ujungberung. Monster yang pada 2015 mendatang akan merilis album kelimanya ini lahir sebagai band hardcore dan bermutasi menjadi band metal dengan aransemen musik dengan cita rasa internasional, namun tetap sukses mempertahankan identitas hardcore-nya.

Para begundal yang memiliki hobi ugal-ugalan wajib menyaksikan monster kelahiran 1995 ini karena mereka menjanjikan penampilan yang sangat spesial di Hellshow 2014 nanti.


Untuk informasi lebih lanjut mengenai Hellshow 2014, silahkan ikuti akun Twitter resmi @ThisIsHellshow.


Tuesday, November 11, 2014

Lewat Knurd Records, Pee Wee Gaskins Akan Merilis "A Youth Not Wasted"


A Youth Not Wasted, album terbaru dari kuintet pop-punk ibukota Pee Wee Gaskins akan dirilis tahun ini (walaupun belum ada konfirmasi mengenai tanggal resminya) melalui Knurd Records, label rekaman yang didirikan oleh mereka sendiri. Band yang terdiri dari Dochi (bass), Sansan (vokal/gitar), Ayi (gitar), Aldi (drum), dan Omo (kibor) itu sebelumnya juga pernah merilis album via Knurd Records, yaitu album debut mereka "Stories From Our Highschool Years" yang dirilis pada 2008 lalu.

Album kedua mereka "Ad Astra Per Aspera", dirilis oleh Alfa Records, sebuah label major yang juga merilis album dari band-band seperti Netral, Lyla, dan lain-lain. Namun ketika masa kontraknya habis, mereka memutuskan untuk tidak memperpanjangnya. Ketika ditanya apakah disebabkan oleh label major seperti Alfa Records yang menghambat kreasi mereka, Dochi pun angkat bicara ketika saya wawancarai beberapa waktu lalu.
"Ya pada dasarnya label major punya target revenue, jadi segalanya mesti dipikirin business-wise. Dan bukan hal buruk juga, karena selama kami bernaung di Alfa Records, kami belajar banyak tentang bisnis musik. Dari segi finansial, strategi, sampai manajerial."
Nama-nama seperti New Found Glory, No Use For A Name, Blink 182, Hellogoodbye, The Get Up Kids, Phoenix, hingga Incubus dan bahkan Metallica pun menjadi daftar band-band yang meng-influence album A Youth Not Wasted mendatang. Saya yakin dorks (julukan untuk penggemar Pee Wee Gaskins) tak akan sabar menunggunya.


Baca juga
Pee Wee Gaskins dan Scott 'Rufio' Tunda Kerjasama untuk "A Youth Not Wasted"
Pee Wee Gaskins 'Lebih Dewasa' di "A Youth Not Wasted"
Dochi Sadega Tebar Kedamaian Lewat "Zero Hate"

Pee Wee Gaskins dan Scott 'Rufio' Tunda Kerjasama untuk "A Youth Not Wasted"


Scott Sellers, vokalis sekaligus gitaris dari Rufio sempat dikabarkan akan memproduseri album terbaru yang sedang digarap oleh unit pop-punk asal Jakarta, Pee Wee Gaskins. Ketika saya wawancarai, Dochi Sadega basis dari Pee Wee Gaskins berkata bahwa kerjasama di antara mereka tertunda karena persiapan yang belum matang.
"Sepertinya untuk rencana ini mesti kami postpone, karena persiapan masih kurang matang. Beberapa bulan kebelakang fokus kami masih terpecah, belum bisa 100% di band."
Album bertajuk "A Youth Not Wasted" yang akan segera dirilis itu pun akhirnya tidak memuat nama Scott Sellers sebagai produsernya. Namun kemungkinan Dochi cs akan mengajak Scott di lain waktu.
"Next album? Masih belum final untuk album ini. Mungkin mixing dan mastering akan dikerjakan oleh Scott. Itupun kalo Ayi, Sansan, Aldy, dan Omo satu suara sama gue. hehe." Ujar Dochi yang memfavoritkan album "Perhaps", "I Suppose" dan "MCMLXXXV" dari Rufio itu.
Relasi antara Pee Wee Gaskins dengan band punk rock legendaris asal California, Amerika Serikat tersebut dimulai ketika Dochi didaulat sebagai 'official party boy' ketika Rufio manggung di Bali. Sejak itu mereka tidak putus korespondensi dan hingga kini hubungannya pun baik. Kemudian ketika Dochi memperdengarkan salah satu lagunya yang berjudul "My Sassy Girl" untuk album A Youth Not Wasted, Scott pun seketika tertarik.

Walaupun belum ada konfirmasi mengenai tanggal resminya, Pee Wee Gaskins akan mengusahakan A Youth Not Wasted agar dapat dirilis tahun ini.




Baca juga
Pee Wee Gaskins 'Lebih Dewasa' di "A Youth Not Wasted"
Dochi Sadega Tebar Kedamaian Lewat "Zero Hate"

Pee Wee Gaskins 'Lebih Dewasa' di "A Youth Not Wasted"


"A Youth Not Wasted" adalah judul dari album terbaru Pee Wee Gaskins yang akan segera dirilis pada tahun ini. Memang belum ada konfirmasi mengenai tanggal pastinya dari pihak kuintet pop-punk asal Ibukota itu. Namun yang jelas, band bentukan tahun 2007 yang digawangi oleh Dochi (bass), Sansan (vokal/gitar), Ayi (gitar), Aldy (drum), dan Omo (kibor) tersebut akan mencoba 'lebih dewasa' pada album A Youth Not Wasted mendatang.
" A Youth Not Wasted bercerita tentang bagaimana kami melewati dan menikmati masa muda ini. Dengan segala kebebasan, tapi tidak luput dari tanggung jawab." Kata Dochi ketika saya wawancarai beberapa waktu lalu.
Tujuh tahun bukanlah waktu yang sebentar bagi band yang sering disingkat dengan PWG itu untuk bisa mencapai kesuksesan dan mempertahankan eksistensi. Maka hampir setiap hari mereka bersama-sama melewati hari-hari penuh perjuangan, duka cita, dan kegilaan-kegilaan khas anak muda yang mereka lakukan selama menjalankan Pee Wee Gaskins. Namun seperti yang dikatakan oleh Dochi, walau begitu, mereka tetap bertanggung jawab.
"Tanggung jawab seperti apa? ya seperti Sansan yang sekarang udah jadi bapak, Ayi yang sudah menikah dan sebentar lagi nyusul punya anak, dan gue yang bentar lagi juga melepas masa lajang. Tapi bisa dibilang, kami tidak kehilangan semua kegilaan [walaupun] bertumbuh dewasa." Ujar pemilik akun Twitter @katadochi itu yang telah bertunangan dengan sang kekasih pada September lalu dan akan segera menikah bulan ini.
Dari segi musik, menurut Dochi, A Youth Not Wasted akan sedikit berbeda dengan album-album sebelumnya. Namun dari segi lirik, masih berkutat soal cinta.
"[Aransemen musiknya] Lebih variatif sih. Ada yang ngebut, ada yang akustik. Perluasan dari yang udah pernah kami kerjakan. [Liriknya] Sepertinya masih banyak melampiaskan menulis tentang cinta. Baik cinta yang berakhir baik, maupun yang tidak."
Konsep artwork untuk A Youth Not Wasted sampai saat ini belum direncanakan, namun sepertinya merupakan kelanjutan dari EP self-titled yang telah dirilis pada 9 Agustus lalu. Artwork Pee Wee Gaskins selalu identik dengan gambar-gambar kartun, kecuali pada EP "The Transit" yang merupakan foto pesawat berlatar belakang airport.

Dochi pun menyebutkan beberapa seniman yang berada di balik artwork-artwork Pee Wee Gaskins dan Sunday Sunday Co., perusahaan clothing line miliknya.
"[Album] Stories From Our Highschool Years dan Ad Astra Per Aspera yang ngerjain Rico Julian. Dia designer untuk Sunday Sunday Co. juga. Untuk EP 2014 [self-titled] yang bikin Mufti Priyanka, dia juga sempat kolaborasi untuk Sunday Sunday Co."

Baca Juga
Dochi Sadega Tebar Kedamaian Lewat "Zero Hate"

Sunday, November 9, 2014

Tips Jurnalistik dari Danie Satrio, Editor In Chief Hai Magazine


Bagi Anda yang tertarik dengan dunia jurnalistik, ada kabar bagus. Pasalnya ada tips dari Editor In Chief majalah Hai, Danie Satrio.
"Gue selalu bilang sama anak-anak [tim editorial Hai], kalo lo jadi wartawan, lo harus norak. Dalam artian, lo harus selalu bertanya 'kenapa sih begini? kenapa sih begitu?'. Kalo orang norak kan nanya mulu, atau kepo lah istilahnya."
Beliau pun menambahkan bahwa jika kita 'kepo' pun tetap tidak boleh asal bertanya.
"Lo harus punya preferensi karena yang namanya wartawan kan harus tau banyak. Nanti dari situ lo akan bisa dapet 'note for news'. Jadi sebelum peristiwa terjadi, lo udah tau bahwa itu akan jadi berita."
 Dari segi finansial, beliau juga menjelaskan bagaimana prospeknya.
"Lo jangan melihat jurnalis itu sebagai pekerjaan yang menjanjikan, tapi menghidupkan. Hidup. Nyatanya gue hidup kan? Tapi gimana orang menjalankan hidup itu kan beda-beda ya. Ada yang memang pengen jadi orang kaya. Yang jelas gue gak akan bilang bahwa jurnalis itu bisa jadi kaya. Nggak. Nggak bisa dihitung pake duit. Tapi secara pengalaman hidup, lo punya chance yang lebih besar untuk bisa jadi lebih 'kaya' daripada orang lain karena lo bisa ketemu banyak orang dan berada di dalam berbagai macam situasi. Lo bisa belajar apapun. Seperti kata founder-nya Kompas, Jakob Oetama 'Menjadi jurnalis adalah panggilan'. Kalo lo nggak terpanggil untuk jadi seorang wartawan ya akan susah 'keep up' dengan kehidupan sebagai jurnalis."
Beliau sendiri bergabung dengan Hai sebagai reporter musik pada tahun 1999 dan sejak 2008 dipercaya untuk menjabat sebagai Editor In Chief.

Baca juga
Bagaimana Danie Satrio Bergabung Dengan Hai Hingga Menjabat Editor In Chief? Ini Kisahnya
Konsep Regenerasi di Hai Day 2014 Menurut Danie Satrio